Dasar Hukum PKH (Program keluarga Harapan)





Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan
Mencabut
Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan mencabut dan tidak memberlakukan Peraturan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 2017 tentang Program Keluarga Harapan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 940)
Abstraksi Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan
Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan diterbitkan dengan pertimbangan bahwa:
a.     untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin dan rentan melalui peningkatan aksesibilitas terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, perlu program perlindungan sosial yang terencana, terarah, dan berkelanjutan;
b.    Peraturan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 2017 tentang Program Keluarga Harapan belum mengakomodasi kebutuhan Program Keluarga Harapan, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan;
c.     berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Program Keluarga Harapan;
Dasar Hukum
1.     Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
2.     Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
3.     Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235);
4.     Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294);
5.     Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449);
6.     Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
7.     Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 86);
8.     Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 156);
9.     Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1845) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1125);
10.  Peraturan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 2016 tentang Mekanisme Penggunaan Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 705);
11.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2047) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2016 tentang Belanja Bantuan Sosial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2147);
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PROGRAM KELUARGA HARAPAN..
Pasal demi Pasal
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.     Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disingkat PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga dan/atau seseorang miskin dan rentan yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial dan ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH.
2.     PKH Akses adalah program pemberian bantuan sosial PKH di wilayah sulit dijangkau baik secara geografis, ketersediaan infrastruktur, maupun sumber daya manusia dengan pengkondisian secara khusus.
3.     Bantuan Sosial adalah bantuan berupa uang, barang, dan jasa kepada keluarga dan/atau seseorang miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial.
4.     Pemberi Bantuan Sosial adalah satuan kerja pada kementerian/lembaga pada Pemerintah Pusat dan/atau satuan kerja perangkat daerah pada pemerintah daerah yang tugas dan fungsinya melaksanakan program penanggulangan kemiskinan yang meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial, dan pelayanan dasar.
5.     Keluarga Penerima Pelayanan yang selanjutnya disebut Keluarga Penerima Manfaat adalah keluarga penerima bantuan sosial PKH yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan dalam keputusan.
6.     Bantuan Sosial PKH adalah bantuan berupa uang, kepada keluarga dan/atau seseorang miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial.
7.     Penyaluran Bantuan Sosial PKH adalah pemberian bantuan berupa uang kepada keluarga dan/atau seseorang miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial berdasarkan penetapan pejabat yang menangani pelaksanaan PKH.
8.     Bantuan Komplementer adalah bantuan berupa uang, barang, dan jasa di bidang kesehatan, pendidikan, subsidi energi, ekonomi, perumahan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya sebagai pelengkap Bantuan Sosial PKH.
9.     Kartu Kombo adalah instrumen pembayaran yang memiliki fitur uang elektronik dan tabungan yang dapat digunakan sebagai media penyaluran berbagai Bantuan Sosial PKH termasuk kartu keluarga sejahtera.
10.  Kartu Keluarga Sejahtera adalah Kartu Kombo yang digunakan untuk penyaluran Bantuan Sosial PKH secara nontunai.
11.  Regional adalah wilayah tertentu dalam pelaksanaan PKH yang dikelompokkan berdasarkan geografis.
12.  Bank Penyalur adalah bank umum milik negara sebagai mitra kerja tempat dibukanya rekening atas nama pemberi Bantuan Sosial PKH untuk menampung dana belanja bantuan sosial yang akan disalurkan kepada penerima Bantuan Sosial PKH.
13.  Verifikasi adalah proses kegiatan pemeriksaan dan pengkajian untuk menjamin kebenaran data.
14.  Validasi adalah suatu kegiatan untuk menetapakan kesahihan data.
15.  Pemutakhiran Data adalah proses perubahan terkini sebagian atau seluruh data anggota Keluarga Penerima Manfaat PKH.
16.  Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga adalah proses belajar secara terstruktur untuk mempercepat terjadinya perubahan perilaku pada Keluarga Penerima Manfaat PKH.
17.  Transformasi Kepesertaan adalah proses pengakhiran sebagai Keluarga Penerima Manfaat PKH.
18.  Pengaduan adalah proses penyampaian informasi, keluhan, atau masalah yang terkait dengan pelaksanaan PKH.
19.  Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pasal 2
PKH bertujuan:
a.     untuk meningkatkan taraf hidup Keluarga Penerima Manfaat melalui akses layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial;
b.    mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan rentan;
c.     menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian Keluarga Penerima Manfaat dalam mengakses layanan kesehatan dan pendidikan serta kesejahteraan sosial;
d.    mengurangi kemiskinan dan kesenjangan; dan
e.     mengenalkan manfaat produk dan jasa keuangan formal kepada Keluarga Penerima Manfaat.
Pasal 3
Sasaran PKH merupakan keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan serta terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, memiliki komponen kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteran sosial.
Pasal 4
1.     Sasaran PKH Akses merupakan keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan di wilayah PKH Akses yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin yang memiliki komponen kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial.
2.     PKH Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas wilayah:
a.     pesisir dan pulau kecil;
b.    daerah tertinggal/terpencil; atau
c.     perbatasan antarnegara.
Pasal 5
1.     Kriteria komponen kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a.     ibu hamil/menyusui; dan
b.    anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun.
2.     Kriteria komponen pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a.     anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah atau sederajat;
b.    anak sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah atau sederajat;
c.     anak sekolah menengah atas/madrasah aliyah atau sederajat; dan
d.    anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
3.     Kriteria komponen kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a.     lanjut usia mulai dari 60 (enam puluh) tahun; dan
b.    penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN
KELUARGA PENERIMA MANFAAT PKH
Pasal 6
Keluarga Penerima Manfaat PKH berhak mendapatkan:
a.     Bantuan Sosial PKH;
b.    pendampingan PKH;
c.     pelayanan di fasilitas kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial; dan
d.    program Bantuan Komplementer di bidang kesehatan, pendidikan, subsidi energi, ekonomi, perumahan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.
Pasal 7
Keluarga Penerima Manfaat PKH berkewajiban untuk:
a.     memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan protokol kesehatan bagi ibu hamil/menyusui dan anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun;
b.    mengikuti kegiatan belajar dengan tingkat kehadiran paling sedikit 85% (delapan puluh lima persen) dari hari belajar efektif bagi anak usia sekolah wajib belajar 12 (dua belas) tahun; dan
c.     mengikuti kegiatan di bidang kesejahteraan sosial sesuai dengan kebutuhan bagi keluarga yang memiliki komponen lanjut usia mulai dari 60 (enam puluh) tahun dan/atau penyandang disabilitas berat.
Pasal 8
1.     Keluarga Penerima Manfaat PKH Akses memiliki kewajiban untuk melaksanakan kegiatan dalam komponen:
a.     kesehatan;
b.    pendidikan; dan
c.     kesejahteraan sosial.
2.     Komponen kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan harus:
a.     memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau petugas pelayanan kesehatan dan/atau kader kesehatan di desa bagi ibu hamil/nifas;
b.    memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau petugas pelayanan kesehatan dan/atau kader kesehatan di desa bagi ibu menyusui dengan memberikan air susu ibu eksklusif; dan
c.     memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau petugas pelayanan kesehatan dan/atau kader kesehatan di desa bagi bayi dan balita.
3.     Komponen pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan ketentuan harus mengikuti kegiatan belajar dengan fasilitas pendidikan yang ada baik sekolah biasa, sekolah kampung, pendidikan keluarga, pesantren, sekolah minggu, kursus, maupun belajar keterampilan bagi anak usia sekolah wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
4.     Komponen kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan ketentuan harus:
a.     memberikan makanan bergizi dengan memanfaatkan bahan pangan lokal dan perawatan kesehatan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun terhadap anggota keluarga lanjut usia mulai dari 60 (enam puluh) tahun; dan
b.    meminta tenaga kesehatan yang ada untuk memeriksa kesehatan, merawat kebersihan, mengupayakan makan dengan makanan lokal bagi penyandang disabilitas berat.
Pasal 9
1.     Apabila Keluarga Penerima Manfaat tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dikenakan sanksi.
2.     Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penangguhan atau penghentian Bantuan Sosial PKH.
BAB III
SUMBER DAYA MANUSIA
Pasal 10
1.     Sumber daya manusia terdiri atas:
a.     penasihat nasional;
b.    tenaga bantuan teknis;
c.     tenaga ahli;
d.    koordinator regional;
e.     koordinator wilayah;
f.     koordinator daerah kabupaten/kota;
g.    supervisor pekerjaan sosial;
h.     pendamping sosial;
i.      asisten pendamping sosial; dan
j.      administrator pangkalan data.
2.     Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direkrut, diseleksi, dan ditetapkan oleh direktur yang menangani pelaksanaan PKH.
3.     Penggunaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan negara.
Pasal 11
1.     Penasihat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a berada di bawah direktorat yang menangani pelaksanaan PKH dan bertanggung jawab kepada direktur yang menangani pelaksanaan PKH.
2.     Penasihat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pelaksana PKH pusat untuk koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, lembaga internasional, dan memberikan masukan kebijakan strategis dalam pelaksanaan PKH.
Pasal 12
Tenaga bantuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b bertugas memberikan bantuan teknis pada pelaksanaan PKH meliputi Validasi, terminasi, Bantuan Sosial PKH, peningkatan kemampuan keluarga, dan sumber daya.
Pasal 13
Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c bertugas membantu direktur yang menangani pelaksanaan PKH mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan PKH.
Pasal 14
Koordinator regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d bertugas membantu direktur yang menangani pelaksanaan PKH dalam pelaksanaan PKH untuk:
a.     memastikan bisnis proses berjalan sesuai dengan ketentuan di tingkat regional;
b.    memastikan aplikasi PKH dapat diakses dan dimutakhirkan di tingkat regional;
c.     membangun jaringan kerja dengan pemangku kepentingan di tingkat regional;
d.    pengelolaan penanganan Pengaduan di tingkat regional;
e.     melaksanakan advokasi penyediaan dana yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah;
f.     mengoordinasikan pelaporan pelaksanaan dan kinerja sumber daya manusia PKH di tingkat regional; dan
g.    memberikan penilaian kinerja koordinator wilayah di wilayah kerjanya.
Pasal 15
Koordinator wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e bertugas membantu kepala dinas sosial daerah provinsi dalam pelaksanaan PKH untuk:
a.     memastikan bisnis proses berjalan sesuai dengan ketentuan di tingkat daerah provinsi;
b.    memastikan aplikasi PKH dapat diakses dan dimutakhirkan di tingkat daerah provinsi;
c.     membangun jaringan kerja dengan pemangku kepentingan di tingkat daerah provinsi;
d.    pengelolaan penanganan Pengaduan di tingkat daerah provinsi;
e.     melaksanakan advokasi penyediaan dana yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah;
f.     mengoordinasikan pelaporan pelaksanaan dan kinerja sumber daya manusia PKH di tingkat daerah provinsi; dan
g.    memberikan penilaian kinerja koordinator daerah kabupaten/kota dan administrator pangkalan data di wilayah kerjanya.
Pasal 16
Koordinator daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf f bertugas membantu kepala dinas sosial daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan PKH, mengoordinasikan sumber daya manusia PKH di tingkat daerah kabupaten/kota, dan memberikan penilaian kinerja pendamping sosial, asisten pendamping sosial, dan administrator pangkalan data di wilayah kerjanya.
Pasal 17
Supervisor pekerjaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf g bertugas melakukan pemantauan, supervisi, evaluasi, pembuatan laporan, penyediaan informasi, dan penanganan Pengaduan terkait pelaksanaan pertemuan peningkatan kemampuan keluarga dan manajemen kasus.
Pasal 18
Pendamping sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf h bertugas melaksanakan tugas pendampingan PKH di kecamatan.
Pasal 19
Asisten pendamping sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf i bertugas membantu pendamping sosial dalam melaksanakan tugas pendampingan PKH di kecamatan.
Pasal 20
Administrator pangkalan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf j bertugas mengumpulkan, memverifikasi, mengolah, dan mendistribusikan data PKH di pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya manusia PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 20 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial.
BAB IV
KELEMBAGAAN
Pasal 22
1.     Dalam merumuskan kebijakan dan pengembangan PKH dibentuk tim koordinasi nasional PKH.
2.     Tim koordinasi nasional PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Pejabat Eselon I yang menangani urusan pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, anak, keluarga, disabilitas, lanjut usia, data, komunikasi, dan kementerian/lembaga terkait.
3.     Tim koordinasi nasional PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
4.     Susunan keanggotaan tim koordinasi nasional PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial.
Pasal 23
Tim koordinasi nasional PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 bertugas:
a.     melakukan kajian pelaksanaan, mekanisme, hasil audit, dan evaluasi; dan
b.    memberikan solusi atas permasalahan lintassektor.
Pasal 24
1.     Dalam melaksanakan kegiatan PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dibentuk tim koordinasi teknis PKH.
2.     Tim koordinasi teknis PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.     tim koordinasi teknis PKH pusat;
b.    tim koordinasi teknis PKH daerah provinsi; dan
c.     tim koordinasi teknis PKH daerah kabupaten/kota.
3.     Tim koordinasi teknis PKH pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas pejabat eselon II wakil kementerian/lembaga terkait.
4.     Tim koordinasi teknis PKH daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas pejabat eselon II dari satuan kerja perangkat daerah provinsi.
5.     Tim koordinasi teknis PKH daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas pejabat eselon II dari satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
6.     Tim koordinasi teknis PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial.
Pasal 25
Tim koordinasi teknis PKH pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a bertugas:
a.     mengkaji berbagai rencana operasional yang disiapkan oleh direktorat yang menangani pelaksanaan PKH;
b.    melakukan koordinasi lintas sektor terkait agar tujuan PKH dapat berjalan baik;
c.     membentuk tim lintassektor yang terdiri atas perwakilan kementerian/lembaga terkait;
d.    tim lintassektor sebagaimana dimaksud dalam huruf c bertugas menentukan sasaran Keluarga Penerima Manfaat PKH; dan
e.     melakukan pengawasan pelaksanaan PKH.
Pasal 26
1.     Tim koordinasi teknis PKH daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b diketuai oleh kepala badan perencanaan dan pembangunan daerah provinsi dengan sekretaris kepala dinas sosial daerah provinsi.
2.     Tim koordinasi teknis PKH daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan gubernur.
Pasal 27
Tim koordinasi teknis PKH daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 bertugas:
a.     menyusun program dan rencana kegiatan PKH;
b.    memastikan komitmen penyediaan anggaran penyertaan kegiatan PKH;
c.     melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah terkait dan instansi/lembaga vertikal di provinsi;
d.    melakukan kegiatan pemantauan dan pengendalian kegiatan PKH; dan
e.     menyusun laporan pelaksanaan kegiatan PKH.
Pasal 28
1.     Tim koordinasi teknis PKH daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c diketuai oleh kepala badan perencanaan dan pembangunan daerah kabupaten/kota dengan sekretaris kepala dinas sosial daerah kabupaten/kota.
2.     Tim koordinasi teknis PKH daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan bupati/wali kota.
Pasal 29
Tim koordinasi teknis PKH daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 bertugas:
a.     menyusun program dan rencana kegiatan PKH daerah kabupaten/kota;
b.    komitmen penyediaan anggaran penyertaan kegiatan PKH;
c.     penyediaan fasilitas layanan pendidikan dan kesehatan;
d.    melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah terkait dan instansi/lembaga vertikal di daerah kabupaten/kota;
e.     melakukan pemantauan dan pengendalian kegiatan PKH;
f.     menyelesaikan masalah yang timbul dalam pelaksanaan PKH di lapangan; dan
g.    menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan PKH kepada kepala daerah, pelaksana PKH daerah provinsi, dan pelaksana PKH pusat.
Pasal 30
1.     Pelaksana PKH pusat dilakukan oleh direktorat yang menangani pelaksanaan PKH pada Kementerian Sosial.
2.     Pelaksana PKH pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
3.     Pelaksana PKH pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a.     melaksanakan seluruh kebijakan pelaksanaan PKH meliputi penetapan sasaran, Validasi, terminasi, Bantuan Sosial PKH, kepesertaan, dan sumber daya;
b.    memastikan pelaksanaan PKH sesuai dengan rencana;
c.     menyelesaikan permasalahan dalam pelaksanaan PKH;
d.    membangun jejaring dan kemitraan dengan berbagai pihak untuk perluasan dan penyempurnaan program;
e.     melakukan pemantauan dan pengendalian kegiatan PKH; dan
f.     menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan PKH kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial.
Pasal 31
1.     Pelaksana PKH daerah dilakukan oleh dinas sosial daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota yang menangani Bantuan Sosial PKH, perlindungan, dan jaminan sosial.
2.     Pelaksana PKH daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.     pelaksana PKH daerah provinsi;
b.    pelaksana PKH daerah kabupaten/kota; dan
c.     pelaksana PKH kecamatan.
3.     Pelaksana PKH daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bertugas:
a.     bertanggung jawab dalam penyediaan informasi dan sosialisasi PKH di daerah kabupaten/kota;
b.    melakukan supervisi, pengawasan, dan pembinaan terhadap pelaksanaan PKH di daerah kabupaten/kota;
c.     memastikan pelaksanaan PKH sesuai dengan rencana;
d.    menyelesaikan permasalahan dalam pelaksanaan PKH;
e.     membangun jejaring dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan PKH; dan
f.     melaporkan secara berkala capaian pelaksanaan PKH di daerah kabupaten/kota kepada pelaksana pusat.
4.     Pelaksana PKH daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bertugas:
a.     bertanggung jawab dalam penyediaan informasi dan sosialisasi PKH di kecamatan;
b.    melakukan supervisi, pengawasan, dan pembinaan terhadap pelaksanaan PKH di kecamatan;
c.     memastikan pelaksanaan PKH sesuai dengan rencana;
d.    menyelesaikan permasalahan dalam pelaksanaan PKH;
e.     membangun jejaring dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan PKH; dan
f.     melaporkan pelaksanaan PKH daerah kabupaten/kota kepada pelaksana PKH pelaksana pusat dengan tembusan kepada pelaksana PKH daerah provinsi.
5.     Pelaksana PKH kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c bertugas:
a.     bertanggung jawab dalam penyediaan informasi dan sosialisasi PKH di kelurahan/desa/nama lain;
b.    melakukan kegiatan pendampingan PKH di kelurahan/desa/nama lain;
c.     memastikan pelaksanaan PKH sesuai dengan rencana;
d.    menyelesaikan permasalahan dalam pelaksanaan PKH;
e.     membangun jejaring dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan PKH; dan
f.     melaporkan pelaksanaan PKH kepada pelaksana PKH daerah kabupaten/kota.
BAB V
MEKANISME PELAKSANAAN PKH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 32
Mekanisme pelaksanaan PKH dilaksanakan dengan tahapan:
a.     perencanaan;
b.    penetapan calon peserta PKH;
c.     Validasi data calon penerima manfaat PKH;
d.    penetapan Keluarga Penerima Manfaat PKH;
e.     penyaluran Bantuan Sosial PKH;
f.     pendampingan PKH;
g.    Peningkatan Kemampuan Keluarga;
h.     Verifikasi komitmen Keluarga Penerima Manfaat PKH;
i.      Pemutakhiran Data Keluarga Penerima Manfaat PKH; dan
j.      Transformasi Kepesertaan PKH.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 33
1.     Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a dilakukan untuk menentukan lokasi dan jumlah calon penerima manfaat PKH.
2.     Lokasi dan jumlah calon penerima manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari data terpadu program penanganan fakir miskin.
3.     Sumber data calon penerima manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan bagi:
a.     korban bencana alam;
b.    Transformasikorban bencana sosial; dan
c.     Transformasikomunitas adat terpencil.
Bagian Ketiga
Penetapan Calon Peserta PKH
Pasal 34
1.     Penetapan calon peserta PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b dilakukan untuk menetapkan wilayah kepesertaan dan jumlah calon penerima manfaat PKH menurut daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan kecamatan.
2.     Data tingkat kemiskinan dan kesiapan pemerintah daerah menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penetapan wilayah kepesertaan PKH.
3.     Penetapan calon peserta PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh direktur yang menangani pelaksanaan PKH.
Bagian Keempat
Validasi Data Calon Penerima Manfaat PKH
Pasal 35
1.     Validasi data calon penerima manfaat PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c merupakan pencocokan data awal calon penerima manfaat PKH dengan bukti dan fakta kondisi terkini sesuai dengan kriteria komponen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5.
2.     Data awal calon penerima manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari penetapan calon peserta PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
3.     Bukti dan fakta kondisi terkini sebagaimana pada ayat (1) dapat diperoleh melalui pengumpulan informasi dari calon penerima manfaat PKH dan/atau sumber lain yang dapat dipercaya dengan didukung dokumen yang sah.
4.     Validasi data calon penerima manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pendamping sosial.
5.     Dalam hal pelaksanaan Validasi ditemukan data yang tidak ada dalam data awal calon penerima manfaat PKH, data tersebut tidak dapat menjadi calon Keluarga Penerima Manfaat PKH.
6.     Data yang tidak ada dalam data awal calon penerima manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diusulkan oleh pemangku kepentingan tingkat daerah kabupaten/kota kepada Kementerian Sosial dengan menggunakan mekanisme yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial.
Bagian Kelima
Penetapan Keluarga Penerima Manfaat PKH
Pasal 36
1.     Penetapan Keluarga Penerima Manfaat PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf d berdasarkan hasil Validasi data calon penerima manfaat PKH dan/atau hasil verifikasi komitmen dan/atau Pemutakhiran Data.
2.     Penetapan Keluarga Penerima Manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui keputusan direktur yang menangani pelaksanaan PKH.
Bagian Keenam
Penyaluran Bantuan Sosial PKH
Paragraf 1
Umum
Pasal 37
1.     Penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf e dilakukan secara nontunai.
2.     Besar manfaat, jumlah penerima, dan lokasi Bantuan Sosial PKH dari setiap penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh direktur yang menangani pelaksanaan PKH.
3.     Pelaksanaan penyaluran Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertahap dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 38
Nilai Bantuan Sosial PKH ditetapkan oleh direktur yang menangani pelaksanaan PKH mengenai indeks dan komponen Bantuan Sosial PKH.
Pasal 39
1.     Kementerian Sosial melalui Bank Penyalur melakukan penyaluran Bantuan Sosial PKH secara nontunai ke rekening atas nama Keluarga Penerima Manfaat PKH.
2.     Rekening atas nama Keluarga Penerima Manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diakses melalui Kartu Keluarga Sejahtera.
3.     Penyaluran Bantuan Sosial secara nontunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan bagi:
a.     penyandang disabilitas berat;
b.    lanjut usia terlantar nonpotensial;
c.     eks penderita penyakit kronis nonpotensial;
d.    komunitas adat terpencil; dan/atau
e.     daerah yang belum memiliki infrastruktur untuk mendukung penyaluran Bantuan Sosial PKH secara nontunai.
Paragraf 2
Mekanisme
Pasal 40
Mekanisme penyaluran Bantuan Sosial PKH secara nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) meliputi:
a.     pembukaan rekening penerima Bantuan Sosial PKH;
b.    sosialisasi dan edukasi;
c.     distribusi Kartu Keluarga Sejahtera;
d.    proses penyaluran Bantuan Sosial PKH;
e.     penarikan dana Bantuan Sosial PKH;
f.     rekonsiliasi hasil penyaluran Bantuan Sosial PKH; dan
g.    pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyaluran Bantuan Sosial PKH.
Pasal 41
1.     Pembukaan rekening penerima Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a berdasarkan surat keputusan direktur yang menangani pelaksanaan PKH.
2.     Pembukaan rekening penerima Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Penyalur secara kolektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan.
Pasal 42
Sosialiasi dan edukasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b dilaksanakan oleh Bank Penyalur Bantuan Sosial PKH dan pelaksana PKH kepada penerima Bantuan Sosial PKH.
Pasal 43
1.     Distribusi Kartu Keluarga Sejahtera kepada Keluarga Penerima Manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c dilakukan oleh Bank Penyalur dibantu oleh pendamping sosial.
2.     Kartu Keluarga Sejahtera yang sudah diterima oleh Keluarga Penerima Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan aktivasi.
3.     Aktivasi Kartu Keluarga Sejahtera sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk memastikan Kartu Keluarga Sejahtera telah diterima oleh penerima manfaat PKH.
4.     Kartu Keluarga Sejahtera yang tidak terdistribusi harus segera dilaporkan oleh Bank Penyalur kepada Kementerian Sosial paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak pembukaan rekening penerima manfaat PKH.
5.     Dalam pendistribusian Kartu Keluarga Sejahtera, buku tabungan dan personal identification number, Bank Penyalur dibantu oleh pendamping sosial mendistribusikan secara kolektif dan/atau secara individu.
Pasal 44
1.     Proses penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf d dilaksanakan oleh Kementerian Sosial melalui Bank Penyalur ke rekening atas nama penerima Bantuan Sosial PKH.
2.     Proses penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bank Penyalur dan diberikan tanpa pengenaan biaya.
3.     Proses penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memindahbukukan/pemindahbukuan dana dari rekening Pemberi Bantuan Sosial PKH di Bank Penyalur kepada rekening penerima Bantuan Sosial PKH.
4.     Pemindahbukuan dana dari rekening Pemberi Bantuan Sosial PKH pada Bank Penyalur kepada rekening penerima Bantuan Sosial PKH dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dana ditransfer dari kas negara/kas daerah ke rekening Pemberi Bantuan Sosial PKH di Bank Penyalur.
5.     Penyaluran Bantuan Sosial PKH oleh Bank Penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan.
Pasal 45
1.     Penyaluran Bantuan Sosial PKH secara nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat dengan kondisi:
a.     meninggal dunia sebelum melakukan aktivasi Kartu Keluarga Sejahtera; dan
b.    menjadi tenaga kerja Indonesia sebelum melakukan aktivasi Kartu Keluarga Sejahtera.
2.     Penyaluran Bantuan Sosial PKH kepada Keluarga Penerima Manfaat yang meninggal dunia sebelum melakukan aktivasi Kartu Keluarga Sejahtera dan Keluarga Penerima Manfaat yang menjadi tenaga kerja Indonesia sebelum melakukan aktivasi Kartu Keluarga Sejahtera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Penyalur kepada ahli waris/wali Keluarga Penerima Manfaat.
3.     Keluarga Penerima Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam mengajukan permohonan Bantuan Sosial PKH dengan melengkapi persyaratan:
a.     surat keterangan ahli waris dari kecamatan;
b.    surat keterangan dari dinas sosial daerah kabupaten/kota atau surat keterangan dari kecamatan yang menyatakan ahli waris Keluarga Penerima Manfaat yang berhak menerima dana Bantuan Sosial PKH; dan/atau
c.     surat keterangan dari dinas tenaga kerja daerah kabupaten/kota atau surat keterangan dari kecamatan yang menyatakan bahwa Keluarga Penerima Manfaat Bantuan Sosial PKH merupakan tenaga kerja Indonesia.
4.     Setelah dilakukan penyaluran Bantuan Sosial PKH yang pertama kali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Bank Penyalur melakukan penutupan rekening atas nama penerima manfaat PKH dan digantikan oleh ahli waris atau wali dalam keluarga inti penerima manfaat PKH.
5.     Penggantian penerima manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan prosedur penetapan penerima manfaat PKH.
Pasal 46
Penarikan dana Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf e dilakukan melalui Bank Penyalur dan/atau agen yang ditunjuk oleh Bank Penyalur.
Pasal 47
1.     Rekonsiliasi hasil penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dilaksanakan setiap tahap penyaluran dan/atau sesuai dengan kebutuhan.
2.     Rekonsiliasi hasil penyaluran Bantuan Sosial PKH dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai dengan tingkat pusat.
3.     Rekonsiliasi hasil penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pelaksana PKH dan Bank Penyalur mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai dengan tingkat pusat.
4.     Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial.
Pasal 48
1.     Pemantauan penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf g dilaksanakan setiap tahap penyaluran dan/atau sesuai dengan kebutuhan.
2.     Evaluasi penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf g dilakukan untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan penyaluran Bantuan Sosial PKH.
3.     Pelaporan penyaluran Bantuan Sosial PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf g dilaksanakan secara berkala oleh Bank Penyalur kepada Kementerian Sosial.
Bagian Ketujuh
Pendampingan PKH
Pasal 49
1.     Pendampingan PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf f terdiri atas kegiatan fasilitasi, mediasi, dan advokasi bagi Keluarga Penerima Manfaat PKH dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
2.     Pendampingan PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan memastikan anggota Keluarga Penerima Manfaat PKH menerima hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan dan persyaratan penerima manfaat PKH.
3.     Pendampingan PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendamping sosial.
4.     Pendamping sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertugas:
a.     memastikan Bantuan Sosial PKH diterima oleh Keluarga Penerima Manfaat PKH tepat jumlah dan tepat sasaran;
b.    melaksanakan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga bersama Keluarga Penerima Manfaat PKH paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulan; dan
c.     memfasilitasi Keluarga Penerima Manfaat PKH mendapatkan program bantuan komplementer di bidang kesehatan, pendidikan, subsidi energi, ekonomi, perumahan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lain.
5.     Dalam hal pendampingan kepada lanjut usia dan penyandang disabilitas berat penerima Bantuan Sosial PKH, pendamping sosial memastikan Bantuan Sosial PKH diterima tepat jumlah dan tepat sasaran.
6.     Pendampingan kepada lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan oleh pendamping sosial di direktorat yang menangani urusan rehabilitasi sosial lanjut usia.
7.     Pendampingan kepada penyandang disabilitas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan oleh pendamping sosial di direktorat yang menangani urusan rehabilitasi sosial penyandang disabiltas.
Bagian Kedelapan
Peningkatan Kemampuan Keluarga
Pasal 50
1.     Peningkatan Kemampuan Keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf g dilaksanakan melalui Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga.
2.     Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan proses belajar secara terstruktur untuk mempercepat terjadi perubahan perilaku pada Keluarga Penerima Manfaat PKH.
3.     Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pendamping sosial dengan Keluarga Penerima Manfaat PKH setiap 1 (satu) bulan sekali.
Bagian Kesembilan
Verifikasi Komitmen Keluarga Penerima Manfaat PKH
Pasal 51
1.     Verifikasi komitmen Keluarga Penerima Manfaat PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf h merupakan kegiatan untuk memastikan anggota Keluarga Penerima Manfaat PKH terdaftar dan hadir pada fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesejahteraan sosial.
2.     Pelaksanaan verifikasi komitmen Keluarga Penerima Manfaat PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesejahteraan sosial.
Bagian Kesepuluh
Pemutakhiran Data Keluarga Penerima Manfaat PKH
Pasal 52
1.     Pemutakhiran Data Keluarga Penerima Manfaat PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf i dilaksanakan setiap ada perubahan sebagian atau seluruh data anggota Keluarga Penerima Manfaat PKH.
2.     Kegiatan Pemutakhiran Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendamping sosial dan administrator pangkalan data.
3.     Administrator pangkalan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melakukan kegiatan Pemutakhiran Data melalui sistem informasi manjemen PKH.
Bagian Kesebelas
Transformasi Kepesertaan PKH
Pasal 53
1.     Transformasi Kepesertaan PKH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf j merupakan proses pengakhiran sebagai Keluarga Penerima Manfaat PKH.
2.     Transformasi Kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pemutakhiran sosial ekonomi.
Pasal 54
1.     Pemutakhiran sosial ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) merupakan pendataan ulang dan evaluasi status kepesertaan dan sosial ekonomi Keluarga Penerima Manfaat PKH.
2.     Pemutakhiran sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan Keluarga Penerima Manfaat PKH berstatus transisi atau graduasi.
3.     Dalam melakukan kegiatan pemutakhiran sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat bekerja sama dengan lembaga lain.
4.     Pelaksanaan pemutakhiran sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibantu oleh pendamping sosial dan administrator pangkalan data di daerah.
Pasal 55
1.     Transisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) merupakan kondisi Keluarga Penerima Manfaat PKH yang masih memenuhi persyaratan, memiliki kriteria komponen, dan status ekonomi miskin.
2.     Keluarga Penerima Manfaat PKH dengan status transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih diberikan penambahan waktu sebagai Keluarga Penerima Manfaat PKH.
3.     Keluarga Penerima Manfaat PKH pada masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan Keluarga Penerima Manfaat PKH.
4.     Keluarga Penerima Manfaat PKH pada masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditingkatkan kapasitasnya untuk dipersiapkan saat tidak menerima Bantuan Sosial PKH dan dapat diberikan program terkait.
5.     Kementerian Sosial melalui direktorat yang menangani PKH dapat bekerja sama dengan lembaga/institusi terkait dalam melaksanakan program bagi Keluarga Penerima Manfaat pada masa transisi.
Pasal 56
1.     Graduasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) terdiri atas graduasi alamiah dan graduasi hasil pemutakhiran sosial ekonomi.
2.     Graduasi alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan berakhirnya masa kepesertaan Keluarga Penerima Manfaat PKH akibat tidak terpenuhinya kriteria kepesertaan.
3.     Graduasi hasil pemutakhiran sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan berakhirnya masa kepesertaan Keluarga Penerima Manfaat PKH berdasarkan hasil pemutakhiran sosial ekonomi.
4.     Kementerian Sosial melalui direktorat pelaksana PKH dapat bekerjasama dengan lembaga/institusi terkait dalam melaksanakan program bagi Keluarga Penerima Manfaat pada masa graduasi.
BAB VI
PENDANAAN
Pasal 57
Sumber pendanaan PKH berasal dari:
a.     Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b.    anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi;
c.     anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota; dan
d.    sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB VII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 58
1.     Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota serta pihak terkait melakukan pemantauan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan PKH.
2.     Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui dan memastikan pelaksanaan PKH sesuai dengan pedoman dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.     Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 59
1.     Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota serta pihak terkait melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan kegiatan PKH.
2.     Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan PKH.
3.     Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 60
1.     Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan kegiatan program PKH yang dilakukan secara berkala.
2.     Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan dan kegiatan program PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk perencanaan tahun berikutnya untuk perbaikan program.
3.     Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 61
1.     Menteri bersama menteri/pimpinan lembaga terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan PKH.
2.     Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan PKH sesuai dengan kewenangannya.
3.     Bupati/wali kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan PKH sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 62
Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan PKH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dan Pasal 62 bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap Keluarga Penerima Manfaat PKH.
BAB IX
PELAPORAN
Pasal 64
1.     Bupati/wali kota melalui kepala dinas sosial daerah kabupaten/kota menyampaikan laporan pelaksanaan PKH di daerah kabupaten/kota kepada gubernur.
2.     Gubernur melalui kepala dinas sosial daerah provinsi menyampaikan laporan pelaksanaan PKH di daerah provinsi kepada tim koordinasi nasional PKH.
3.     Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a.     laporan pelaksanaan; dan
b.    laporan pertanggungjawaban.
4.     Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
PENGADUAN
Pasal 65
1.     Pengaduan pelaksanaan PKH dibentuk sebagai wujud keterbukaan dan akuntabilitas program kepada masyarakat.
2.     Pengaduan pelaksanaan PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh individu, kelompok, lembaga, atau organisasi masyarakat.
3.     Pengaduan pelaksanaan PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di tingkat pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan kecamatan.
4.     Pengaduan PKH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui:
a.     pusat informasi PKH;
b.    aplikasi sistem pengaduan masyarakat;
c.     dinas sosial daerah provinsi; dan/atau
d.    dinas sosial daerah kabupaten/kota.
Pasal 66
1.     Penyelesaian terhadap Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan secara berjenjang.
2.     Penyelesaian terhadap penanganan Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.     Penyelesaian terhadap Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara transparan, akuntabilitas, dan terbuka.
4.     Waktu penyelesaian terhadap Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan permasalahan yang ada.
5.     Hasil terhadap Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) disampaikan kepada pihak yang bersangkutan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 67
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 2017 tentang Program Keluarga Harapan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 940), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 68
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2018


MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,




Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Dasar Hukum PKH (Program keluarga Harapan)"

Post a Comment