PROFESIONAL DAN KESEJAHTRAAN GURU BELUM OPTIMAL


 PROFESIONAL DAN KESEJAHTRAAN GURU 
BELUM OPTIMAL

Kesejahteraanguru merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam menunjang terciptanya profesionalisme yang semakin membaik di kalangan pendidik. Bagi orang kompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya sering kali tidak begitu. Yang pada awalnya tujuan pendidikan itu mempunyai tujuan yang baik malah berdampak seperti tidak memanusiakan manusia.

Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem dan nilai ruh pendidikan yang ada.  Kinerja profesional guru tidak sampai maksimal biasanya dikarenakan proposional atau upah guru belum sejahtra dalam kalangan honorer maupun negeri. Pemerintahan menggembor-gemborkan pendidikan geratis serta masyarakat Indonesia wajib belajar sembilan tahun itu  hanya opini belaka, karena dalam realitanya dunia pendidikan masih sangat jauh dengan yang diharapkan oleh pemerintah. Seperti faktor profesional guru dan kualitas tenaga pengajar salah satunya.

Berbicara tentang pendidikan maka tidak akan jauh dari peran guru sebagai tenaga pendidik di dalamnya. Guru maupun pemerintah mempunyai peranan penting dalam menciptakan sebuah pendidikan yang baik dan berkualitas seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Namun meskipun fungsinya sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan terkadang keberadaan seorang guru tidak dihiraukan, apalagi dengan status guru honorer.

Honorer asal kata dari honor yang artinya adalah upah, dan kata upah bersinonim dengan nafkah. Maka honorer bisa diartikan dengan seseorang yang mencari nafkah[1]. Namun kata upah dari kata honor tersebut sering sekali dikesampingkan oleh pemerintah, hal itu bisa dilihat dari jumlah upah yang diterima oleh seorang guru honorer. Hal itu bisa terjadi mungkin saja karena guru honor bisa di artikan juga sebagai seorang yang bekerja secara tidak tetap yang upah kerja mereka dibayar secara bulanan tanpa memperhatikan jumlah hari kerja pekerja tersebut[2].  Meskipun mempunyai arti kata yang seperti itu, apakah pantas seorang guru sebagai tenaga pendidik yang tenaganya di kuras untuk mendidik siswanya sebagai generasi penerus bangsa keberadaannya dikesampingkan yaitu dengan tidak menghiraukan kesejahteraannya.



Kesejahteraan seorang guru seharusnya sudah menjadi hak mereka sebagai seorang yang mengabdi kepada negara tanpa perlu dipertanyakan lagi. Kesejahteraan seorang guru baik guru honorer maupun guru Negeri adalah suatu imbalan yang harus diberikan oleh pemerintah sebagai pengorbanan tenaga dan waktu mereka selama ini. Tidak sepantasnya seorang guru masih berkoar memperjuangkan haknya di hadapan pemerintah, hanya agar pemerintah mengakui keberadaannya sebagai tenaga pendidik. Ironis memang jika kita melihat hal itu di tengah masyarakat kita yang terus berkembang.

Kesejahteraan memang bukanlah satu-satunya jalan dimana guru honorer terpenuhi haknya, namun ketika kesejahteraan guru tidak seimbang dengan apa yang selama ini dia korbankan maka inni akan menjadi masalah. Berdasarkan UU No.14/2005 tentang guru dan dosen, pasal 14 sampai dengan 16  menyebutkan tentang hak dan kewajiban, diantaranya bahwa hak guru dalam memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan, berbagai fasilitas untuk meningkatkan kompetensi, berbagai tunjangan seperti tunjangan profesi, fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus, serta berbagai maslahat tambahan kesejahteraan.

Undang-undang tersebut memang sedikit membawa angin segar bagi kesejahteraan masyarakat pendidik, namun dalam realisasinya ternyata tidak semanis redaksinya. Sebagai contoh, kompas (6/2/2007) memberitakan bahwa sejumlah guru dikota bandung menyesalkan pernyataan menteri pendidikan Nasional yang berencana memperberat penerimaan intensif rutin dan mengaitkan dengan syarat sertifikasi. Namun hal ini seolah kata manis belaka tidak ada kebenaranya.

            Guru adalah manusia yang kegiatannya berusaha memanusiakan manusia, dalam artian mencerdaskan anak cucu bangsa sebagai masa depan negeri. Kita jadi pemimpin karena guru, jadi profesor karena guru, jadi dokter karena guru, jadi bupati, karna guru jadi pemimpin kementrian pendidikan karna guru juga, oleh karena itu guru berperan penting dalam memberikan ilmu pengetahuan sehingga mengantarkan anak untuk meraih cita-citanya.

jika pemerintahan tidak memperhatikan guru sama saja ketika kekasih tuhan kita mengatakan “Hormatilah yang Berusia, jika kamu menghormati maka itulah umatku, jika sebaliknya maka itu buka sama sekali umatku”, dari pembicaraan ini kita sadari bahwa guru adalah segalanya orang tua adalah segalanya. Dengan demikian guru memang sudah sepantasnya mendapatkan kesejahteraan yang menjadi haknya. Karena guuru honorer juga seorang yang mencari nafkah untuk hidupnya, disamping pengabdian mereka kepada negara. Kalau kesejahteraan guru tidak dianggap penting lagi maka apa jadinya pendidikan yang akan datang.

Kesejahteraan guru dianggap sesuatu yang urgen karena memang imbas dari permasalahan ini sangatlah besar terhadap pendidikan siswa. Bisa jadi karena ketidaksejahteraannya guru menjadikan fokusnya bercabang, yaitu menjadi pendidik sekaligus mencari nafkah di tempat lain.  Dengan itu pemerintahan harus memperhatikan kesejahtraan guru apakah guru ini sudah pantas  kerja keras guru yang mendidik anak bangsa dengan begutu semngat hanya mendapatkan sesuap nasi dalam sehari, sedangkan guru sama sebagai pemimpin keluarga yang harus menafkahi anak istri yang menanti kehidupan yang bahagia, dari pembahasan diatas sadarkah lembaga pendidikan di indonesia sudah sempurna,belum masih banyak masalah dalam kesejahtraan guru seperti halnya api diatas air, jika demikian akan terjadi kemerosotan kinerja dan kualitas guru dalam belajar, Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas Pendidikan Indonesia. Berdasarkan surfei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp 3.000.000. Sekarang pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 2.000.000. Guru bantu Rp 460.000, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 15.000/jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja banyak guru terpaksa melakukan kerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, pedagang mie rebus, pedagang buku/ LKS, pedagang pulsa ponsel dan sebagainya (Republika 13 juli 2005). Permasalahan kesejahteraan guru biasanya akan berimplikasi pada kinerja yang dilakukannya dalam melaksanakan proses pendidikan, benarsaja kebanyakan 80% guru pada saat ini sangat rendah sekali kinerja dalam melakukan kewajiban, dikarenakan kurangnya kesejahtrana, dengan itu jika semua guru yang ada di indonesia merasakan halnya seperti ini, maka bagaimana pendidikan akan bangsa kita mau dibawa kemana maju ataukah malah meruntuh pendidikan di indonesia ini, dengan itu sekarang pendidikan semakin berbeda dalam nilai-nilai kependidikannya yaitu bukan hanya untuk mencari dan membenahi aklak dalam dirinya akan tetapi masyarakat dan individual anak didik mengatak sekolah hanyalah untuk mencari pekerjaan yang lebih enak dan nyaman, dnegan itu pemerintahan belum maksimal memperhatikan kinerja guru kenap kinerjanya semakin turun jika dikaji dalam penurunan kinerja itu diakibatkan kurangnya kesejahtraan yang memumpuni dalam hidupnya, dengan itu kepad asemua guru iklaskan dengan mencari Ridho Allah maka kesejahtraan itu akan timbul dengan perubahan sistem pemerintah terhadap lembaga pendidikan yang semakan sejahtra.

Guru sebagai tenaga kependidikan juga memiliki peran yang sentral dalam penyelenggaraan suatu sistem pendidikan. Sebagai sebuah pekerjaan, tentu dengan menjadi seorang guru juga diharapkan dapat memperoleh kompensasi yang layak untuk kebutuhan hidup. Dalam teori motivasi pemberian Reward dan Puishment yang sesuai merupakan perkara yang dapat mempengaruhi kinerja dan mutu dalam bekerja, termasuk juga perlunya jaminan kesejahteraan bagi para pendidik agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang selama ini masih terpuruk. Dalam hal tunjangan sudah selayaknya guru mendapatkan tunjangan yang manusiawi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya mengingat peranan dari seorang guru yang begitu besar dalam upaya mencerdaskan suatu generasi ke generasi yang benar-benar menghasilkan anak didik yang berlian, dengan itu pemerintah layaknya memperhatikan dunia dalam kependidikan yang lebih serius dikarenakan kemajuan negara diantaranya majunya pendidikan sehingga tidak terjadi adanya buta huruf dalam masyarakat indonesia.
@# Imun Muntaha Hilmi








https://muntahahilmi.blogspot.com/

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " PROFESIONAL DAN KESEJAHTRAAN GURU BELUM OPTIMAL"

Post a Comment