Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara, Hindu-Buddha dan Islam.
Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara, Hindu-Buddha dan Islam.
Iklim
dan bentuk muka bumi mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Hal
ini dapat diketahui dari corak kehidupan masyarakat Indonesia pada masa
praaksara, Hindu-Buddha, dan Islam.
- Kehidupan
Masyarakat Masa Praaksara.
Kehidupan
masyarakat Indonesia pada masa Praaksara dapat dibagi ke dalam tiga masa, yaitu
masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa
perundagian.
- Masa
Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Kehidupan
manusia masa berburu dan mengumpulkan makanan, dari sejak Pithecanthropus
sampai dengan Homo sapiens sangat bergantung pada kondisi alam. Mereka tinggal
di padang rumput dengan semak belukar yang letaknya berdekatan dengan sungai.
Daerah itu juga merupakan tempat persinggahan hewan-hewan seperti kerbau, kuda,
monyet, banteng, dan rusa, untuk mencari mangsa. Hewan-hewan inilah yang
kemudian diburu oleh manusia.
Di
samping berburu, mereka juga mengumpulkan tumbuhan yang mereka temukan seperti
ubi, keladi, daun-daunan, dan buah-buahan. Mereka bertempat tinggal di dalam
gua-gua yang tidak jauh dari sumber air, atau di dekat sungai yang terdapat
sumber makanan seperti ikan, kerang, dan siput. Ada dua hal yang penting dalam
sistem hidup manusia Praaksara (masa berburu dan mengumpulkan makanan) yaitu
membuat alat-alat dari batu yang masih kasar, tulang, dan kayu disesuaikan
dengan keperluannya, seperti kapak perimbas, alat-alat serpih, dan kapak
genggam. Selain itu, manusia Praaksara
juga membutuhkan api untuk memasak dan penerangan pada malam hari. Kegiatan
berburu dan meramu sudah ditinggalkan, namun di beberapa masyarakat Indonesia
kegiatan tersebut masih dilakukan, seperti pada masyarakat suku-suku terasing.
Wawasan
Kelas
VII SMP/MTs Edisi Revisi
Api
dibuat dengan cara menggosokkan dua keping batu yang mengandung unsur besi
sehingga menimbulkan percikan api dan membakar lumut atau rumput kering yang
telah disiapkan. Sesuai dengan mata pencahariannya, manusia Praaksara tidak
mempunyai tempat tinggal tetap, tetapi selalu berpindah-pindah (nomaden)
mencari tempattempat yang banyak bahan makanan. Tempat yang mereka pilih di
sekitar padang rumput yang sering dilalui binatang buruan, di dekat danau atau
sungai, dan di tepi pantai. Dalam kehidupan sosial, manusia Praaksara hidup
dalam kelompok-kelompok dan membekali dirinya untuk menghadapi lingkungan
sekelilingnya.
b.
Masa Bercocok Tanam
Masa
bercocok tanam adalah masa ketika manusia mulai memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan cara memanfaatkan hutan belukar untuk dijadikan ladang. Masa bercocok
tanam terjadi ketika cara hidup berburu dan mengumpulkan bahan makanan
ditinggalkan. Pada masa ini, mereka mulai hidup menetap di suatu tempat.
Manusia Praaksara yang hidup pada masa bercocok tanam adalah Homo sapiens, baik
itu ras Mongoloid maupun ras Austromelanesoid. Masa ini sangat penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat karena pada masa ini terdapat beberapa penemuan
baru seperti penguasaan sumber-sumber alam. Berbagai macam tumbuhan dan hewan
mulai dipelihara. Mereka bercocok tanam dengan cara berladang. Pembukaan lahan
dilakukan dengan cara menebang dan membakar hutan. Jenis tanaman yang ditanam
adalah ubi, pisang, dan sukun. Selain berladang, kegiatan berburu dan menangkap
ikan terus dilakukan untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani. Kemudian,
mereka secara perlahan meninggalkan cara
berladang
Ilmu
Pengetahuan Sosial
dan
digantikan dengan bersawah. Jenis tanamannya adalah padi dan umbi-umbian.
Perkembangan selanjutnya, manusia praaksara masa ini mampu membuat alat-alat
dari batu yang sudah diasah lebih halus serta mulai dikenalnya pembuatan
gerabah. Alat-alatnya berupa beliung persegi dan kapak lonjong, alat-alat
pemukul dari kayu, dan mata panah. Pada
masa bercocok tanam, manusia mulai hidup menetap di suatu perkampungan yang
terdiri atas tempat-tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok
oleh beberapa keluarga. Mereka mendirikan rumah panggung untuk menghindari
binatang buas. Kebersamaan dan gotong royong mereka junjung tinggi. Semua
aktivitas kehidupan, mereka kerjakan secara gotong royong. Tinggal hidup
menetap menimbulkan masalah berupa penimbunan sampah dan kotoran, sehingga
timbul pencemaran lingkungan dan wabah penyakit. Pengobatan dilakukan oleh para
dukun. Pada masa bercocok tanam, bentuk perdagangan bersifat barter.
Barang-barang yang dipertukarkan waktu itu ialah hasil-hasil bercocok tanam,
hasil kerajinan tangan (gerabah, beliung), garam, dan ikan yang dihasilkan oleh
penduduk pantai.
Carilah
infomasi dari berbagai sumber tentang kehidupan masyarakat pada masa Praaksara
di daerah kabupaten/kota atau provinsi tempat kamu tinggal! Informasi mencakup
lokasi tempat mereka melakukan aktivitas, kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan
politiknya. Kehidupan sosial berisi gambaran tentang bagaimana membangun
hubungan antar anggota masyarakat. Kehidupan ekonomi berisi bagaimana mereka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kehidupan budaya berisi tradisi yang berkembang
pada saat itu. Kehidupan politik berisi bagaimana mereka berorganisasi dan
memilih pemimpinnya. Hasil penelusuran kamu, dituangkan dalam bentuk tulisan
dan dikumpulkan pada gurumu.
Aktivitas
Kelompok
Kelas
VII SMP/MTs Edisi Revisi
- Masa
Perundagian
Masa
perundagian merupakan masa akhir Prasejarah di Indonesia. Menurut R.P. Soejono,
kata perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah
seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian
atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, perhiasan
kayu, sampan, dan batu (Nugroho Notosusanto, et.al, 2007). Manusia Praaksara
yang hidup pada masa perundagian adalah ras Australomelanesoid dan Mongoloid.
Pada masa perundagian, manusia hidup di desa-desa, di daerah pegunungan,
dataran rendah, dan di tepi pantai dalam tata kehidupan yang makin teratur dan
terpimpin. Kehidupan masyarakat pada masa perundagian ditandai dengan
dikenalnya pengolahan logam. Alat-alat yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari sudah banyak yang terbuat dari logam. Adanya alat-alat dari logam
tidak serta merta menghilangkan penggunaan alat-alat dari batu. Masyarakat masa
perundagian masih menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu. Penggunaan
bahan logam tidak tersebar luas sebagaimana halnya penggunaan bahan batu.
Kondisi ini disebabkan persediaan logam masih sangat terbatas. Dengan
keterbatasan ini, hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki keahlian untuk
mengolah logam. Pada masa perundagian, perkampungan sudah lebih besar karena
adanya hamparan lahan pertanian. Perkampungan yang terbentuk lebih teratur dari
sebelumnya. Setiap kampung memiliki pemimpin yang disegani oleh masyarakat.
Pada masa ini, sudah ada pembagian kerja yang jelas disesuaikan dengan keahlian
masing-masing. Masyarakat tersusun menjadi kelompok majemuk, seperti kelompok
petani, pedagang, maupun perajin. Masyarakat juga telah membentuk aturan adat
istiadat yang dilakukan secara turun-temurun. Hubungan dengan daerah-daerah di
sekitar Kepulauan Nusantara mulai terjalin. Peninggalan masa perundagian
menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya. Berbagai bentuk benda seni,
peralatan hidup, dan upacara menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan masyarakat
masa itu sudah memiliki kebudayaan yang tinggi.
Ilmu
Pengetahuan Sosial
- Kehidupan
Masyarakat Masa Hindu dan Buddha
Sebelum
masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat telah memiliki kebudayaan yang
cukup maju. Unsur-unsur kebudayaan asli Indonesia telah tumbuh dan berkembang
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki
kebudayaan asli tidak begitu saja menerima budaya-budaya baru tersebut. Proses
masuknya pengaruh budaya Indonesia terjadi karena adanya hubungan dagang antara
Indonesia dan India. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses
penyesuaian dengan kebudayaan asli Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha
di Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah dalam
berbagai bidang, antara lain seperti berikut.
- Bidang
Keagamaan
Sebelum
budaya Hindu-Buddha datang, di Indonesia telah berkembang kepercayaan yang
berupa pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan itu bersifat animisme
dan dinamisme. Animisme merupakan suatu kepercayaan terhadap suatu benda yang
dianggap memiliki roh atau jiwa. Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa
setiap benda memiliki kekuatan gaib. Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Buddha,
masyarakat Indonesia secara berangsur-angsur memeluk agama Hindu dan Buddha,
diawali oleh golongan elite di sekitar istana.
- Bidang
Politik
Sistem
pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini,
kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang
luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan
kerajaan. Kemudian, pemimpin ditentukan secara turun-temurun berdasarkan hak
waris sesuai dengan peraturan hukum kasta. Oleh karena itu, lahir
kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan kerajaan
bercorak HinduBuddha lainnya.
- Bidang
Sosial
Masuknya
kebudayaan Hindu menjadikan masyarakat Indonesia mengenal aturan kasta, yaitu:
Kasta Brahmana (kaum pendeta dan
Kelas
VII SMP/MTs Edisi Revisi
para
sarjana), Kasta Ksatria (para prajurit, pejabat dan bangsawan), Kasta Waisya
(pedagang petani, pemilik tanah dan prajurit). Kasta Sudra (rakyat jelata dan
pekerja kasar). Namun, unsur budaya Indonesia lama masih tampak dominan dalam
semua lapisan masyarakat. Sistem kasta yang berlaku di Indonesia berbeda dengan
kasta yang ada di India, baik ciri-ciri maupun wujudnya. Hal ini tampak pada
kehidupan masyarakat dan agama di Kerajaan Kutai. Berdasarkan silsilahnya, Raja
Kundungga adalah orang Indonesia yang pertama tersentuh oleh pengaruh budaya
India. Pada masa pemerintahannya, Kundungga masih mempertahankan budaya
Indonesia karena pengaruh budaya India belum terlalu merasuk ke kerajaan.
Penyerapan budaya baru mulai tampak pada waktu Aswawarman, anak Kundungga,
diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya. Adanya pengaruh Hindia
mengakibatkan Kundungga tidak dianggap sebagai pendiri Kerajaan Kutai (Nugroho
Notosusanto, et.al, 2007: 42).
- Bidang
Pendidikan
Lembaga-lembaga
pendidikan semacam asrama merupakan salah satu bukti pengaruh dari kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia. Lembaga pendidikan tersebut mempelajari satu bidang
saja, yaitu keagamaan.
- Bidang
Sastra dan Bahasa
Pengaruh
Hindu-Buddha pada bahasa adalah dikenal dan digunakannya bahasa Sanskerta dan
huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di
Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama pada zaman kejayaan Kerajaan
Kediri.
- Bidang
Arsitektur
Punden
berundak merupakan salah satu arsitektur Zaman Megalitikum. Arsitektur tersebut
berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita
memperhatikan, Candi Borobudur sebenarnya mengambil bentuk bangunan punden
berundak agama Buddha Mahayana. Pada Candi Sukuh dan candicandi di lereng
Pegunungan Penanggungan, pengaruh unsur budaya India sudah tidak begitu kuat.
Candi-candi tersebut hanyalah punden berundak.
Ilmu
Pengetahuan Sosial
Begitu
pula fungsi candi di Indonesia, candi bukan sekadar tempat untuk memuja
dewa-dewa seperti di India, tetapi lebih sebagai tempat pertemuan rakyat dengan
nenek moyangnya. Candi dengan patung induknya yang berupa arca merupakan
perwujudan raja yang telah meninggal. Hal ini mengingatkan kita pada bangunan
punden berundak dengan menhirnya.
0 Response to "Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara, Hindu-Buddha dan Islam."
Post a Comment