EVALUASI PEMBELAJARAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui
hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah
baik, tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Pentingnya diketahui
hasil ini karena ia dapat menjadi salah satu patron bagi pendidik untuk
mengetahui sejauh mana proses pembelajran yang dia lakukan dapat mengembangkan
potensi peserta didik. Artinya, apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai
hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses
pembelajaran dan demikian pula sebaliknya.Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses
pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini
dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Dalam makalah
ini hanya dibicarakan masalah konsep dasar evaluasi hasil belajar meskipun
dalam pembicaraan tentang evaluasi hasil belajar ini juga disinggung masalah
konsep dasar evaluasi pembelajaran. Hal ini tentu saja terjadi karena evaluasi
belajar dan evaluasi pembelajaran menurut penulis tak dapat dipisahkan.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Pengertian evaluasi
2. Fungsi dan tujuan
evaluasi dalam dunia pendidikan
3. Objek evaluasi
pendidikan
4. Prinsip-prinsip dasar
evaluasi hasil belajar
5. Kategori keluaran
belajar menurut Bloom
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui pengertian evaluasi
2. Untuk
mengetahui fungsi dan tujuan evaluasi dalam dunia pendidikan
3. Untik
mengetahui objek evaluasi pendidikan
4. Untuk mengetahui
prinsip-prinsip dasar evaluasi hasil belajar
5. Untuk mengetahui
kategori keluaran belajar menurut Bloom
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1. Pengertian Evaluasi
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan evaluasi?
Banyak literatur yang memberikan pengertian tentang evaluasi ini. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian (KBBI, 1996:272).
Nurgiyantoro (1988:5) menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur
kadar pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang
bersinonim dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun
ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan
dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan
aspek kuantitatif dan kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek
kuantitatif, sedangkan tes hanya merupakan salah satu instrumen penilaian.
Meskipun berbeda, ketiga konsep ini merupakan satu kesatuan dan saling
memerlukan. Hal senada juga disampaikan oleh Nurgiyantoro (1988) dan Sudijono
(2006).
Selain istilah evaluasi, terdapat juga istilah penilaian,
pengukuran, dan tes. Sebenarnya, apakah ketiga istilah ini mengandung
pengertian yang sama? Jawabannya tentu saja tidak. Pengukuran adalah
kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, misalnya suhu badan dengan
ukuran berupa termometer hasilnya 360 celcius, 380 celcius,
390 dst. Dari contoh tersebut dapat dipahami bahwa pengukuran
bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu,
sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan
mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit,
pandai atau bodoh. Jadi penilaian sifatnya kualitatif. Dalam contoh di atas,
seseorang yang suhu badannya adalah 360 celcius termasuk orang
yang normal kesehatannya. Contoh lain yang dapat dosbeutkan di sini adalah
ketika dikatakan bahwa berat seseorang adalah 140 kg, 140 kg adalah hasil
pengukuran. Akan tetapi, ketika hasil 140 kg sangat berat, kata sangat
berat adalah penilaian. Apa yang mmbedakan dengan evaluasi. Yang
membedakannya adalah bahwa evaluasi mencakup aspek kualitatif adan aspek
kuanitatif. Dengan demikian, berdasarkan pengertian yang telah dikemukan di
atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum adalah suatu proses untuk
mendiagnosis kegiatan belajar dan pembelajaran.
Term evaluasi dalam wacana keislaman tidak ditemukan padanan yang
pasti, tetapi terdapat term-term tertentu yang mengarah kepada makna evaluasi.
Term-term tersebut adalah sebagai berikut:
1. Al-Hisab, memiliki makna mengira,
menafsirkan, menghitung, dan menganggap. (Al-Baqarah: 284)
2. Al-Bala’, memiliki makna cobaan, ujian. (Q.S.
Al-Mulk: 2)
3. Al-Hukm, memiliki makna putusan atau vonis.
(An-Naml: 78)
4. Al-Qadha, memiliki arti putusan. (Q.S. Thaha:
72)
5. Al-Nazhr, memiliki makna melihat. (An-Naml:
27)
6. Al-Imtihan. (memiliki arti ujian.
2.2. Fungsi dan Tujuan Evaluasi dalam Dunia Pendidikan
Kalau dilihat prinsip evaluasi yang terdapat di dalam Al-qur’an,
dan praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, maka evaluasi berfungsi sebagai
berikut:
1) Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap
berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi. (Q.S. Al-Baqarah: 155)
2) Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai dimana hasil
pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah SAW kepada umatnya.” (Q.S.
An-Naml: 40)
Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan memiliki lima
fungsi, yaitu:
1) memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang
telah dicapai oleh peserta didiknya,
2) memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui
posisi peserta didik dalam kelompoknya,
3) memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian
menetapkan status peserta didik,
4) memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar
bagi peserta didik yang memang memerlukannya,
5) memberikan petunjuk tentang sejauh manakah program pengajaran
yang telah ditentukan telah dapat dicapai (Sudijono, 2006:12).
Tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas tujuan umum dan tujuan
khusus.
1) Tujuan umum evaluasi pendidikan adalah untuk menghimpun
bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf
perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, mengetahui
tingkat efektivitas dari metode-metode pembelajaran yang telah dipergunakan
dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
2) Tujuan khusus evaluasi pendidikan adalah untuk merangsang
kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan, untuk mencari dan
menemukan faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik
dalam mengikuti program pendidikan sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan
keluar atau cara-cara perbaikannya (Sudijono, 2006:17).
2.3. Objek Evaluasi Pendidikan
Yang dimaksud dengan objek evaluasi pendidikan adalah segala
sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses pendidikan yang dijadikan
titik pusat perhatian atau pengamatan karena pihak penilai ingin memperoleh
informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut.
Salah satu cara untuk mengenal atau mengetahui objek dari evaluasi
pendidikan adalah dengan jalan menyorotinya dari tiga segi, yaitu input,
transformasi, dan output. Input merupakan bahan
mentah yang akan diolah, transformasi adalah tempat untuk mengolah bahan
mentah, sedangkan output adalah hasil pengolah yang dilakukan
di dapur dan siap dipakai.
Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran di
sekolah, input atau bahan mentah yang akan diolah tidak lain
adalah para calon peserta didik. Ditilik dari segi input ini, objek dari
evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu aspek kemampuan, aspek kepribadian,
aspek sikap. Dalam konsep Bloom barangkali aspek-aspek ini hampir sama dengan
keluaran belajar yang dibagi olehnya menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif,
afektif, psikomotor (Nurgiyantoro, 1988:24-25). Konsep seperti ini pula yang
dituntut dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam kurikulum ini
aspek-aspek yang dievaluasi dimuat dalam standar kompetensi dan kompetensi
dasar.
4. Prinsip-prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksana dengan baik apabila
dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini.
1) Prinsip Keseluruhan
Yang dimaksud dengan evaluasi yang berprinsip keseluruhan atau
menyeluruh atau komprehensif adalah evaluasi tersebut dilaksanakan secara
bulat, utuh, menyeluruh. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa dalam
pelaksanaannya evaluasi tidak dapat dilaksanakan secara terpisah, tetapi
mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan
tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup dan
bukan benda mati.
Dalam hubungan ini, evaluasi diharapkan tidak hanya menggambarkan
aspek kognitif, tetapi juga aspek psikomotor dan afektif pun diharapkan
terangkum dalam evaluasi. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia, penilaian bukan hanya menggambarkan pemahaman siswa
terhadap materi ini, melainkan juga harus dapat mengungkapkan sudah sejauh mana
peserta didik dapat menghayati dan mengimplementasikan materi tersebut dalam
kehidupannya.
Jika prinsip evaluasi yang pertama ini dilaksanakan, akan
diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan
dan perkembangan subjek subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.
2) Prinsip Kesinambungan
Istilah lain dari prinsip ini adalah kontinuitas. Penilaian yang
berkesinambungan ini artinya adalah penilaian yang dilakukan secara terus
menerus, sambung-menyambung dari waktu ke waktu. Penilaian secara
berkesinambungan ini akan memungkinkan si penilai memperoleh informasi yang
dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik
sejak awal mengikuti program pendidikan sampai dengan saat-saat mereka
mengakhiri program-program pendidikan yang mereka tempuh.
3) Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar
terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subjektif. Orang juga sering menyebut
prinsip objektif ini dengan sebutan “apa adanya”. Istilah apa adanya ini mengandung
pengertian bahwa materi evaluasi tersebut bersumber dari materi atau bahan ajar
yang akan diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan instruksional khusus
pembelajaran. Ditilik dari pemberian skor dalam evaluasi, istilah apa adanya
itu mengandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor, dan
penentuan nilai terhindar dari unsur-unsur subjektivitas yang melekat pada
diri tester. Di sini tester harus dapat
mengeliminasi sejauh mungkin kemungkinan-kemungkinan “hallo effect” yaitu
jawaban soal dengan tulisan yang baik mendapat skor lebih tinggi daripada
jawaban soal yang tulisannya lebih jelek padahal jawaban tersebut sama.
Demikian pula “kesan masa lalu” dan lain-lain harus disingkirkan jauh-jauh
sehingga evaluasi nantinya menghasilkan nilai-nilai yang objektif.
Dengan kata lain, tester harus senantiasa
berpikir dan bertindak wajar menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri
oleh kepentingan-kepentingan yang sifatnya subjektif. Prinsip ini sangat
penting sebab apabila dalam melakukan evaluasi, subjektivitas menyelinap masuk
dalam suatu evaluasi, kemurnian pekerjaan evaluasi itu sendiri akan ternoda.
Sebenarnya bukan hanya tiga prinsip di atas yang menjadi ukuran
dalam untuk melakukan evaluasi. Dimyati dan Mujiono (2006:194-199) menyebutkan
bahwa evaluasi yang akan dilakukan juga harus mengikuti prinsip kesahihan
(valid), keterandalan (reliabilitas), dan praktis.
4) Kesahihan
Sebuah evaluasi dikatakan valid jika evaluasi tersebut secara
tepat, benar, dan sahih telah mengungkapkan atau mengukur apa yang seharusnya
diukur. Agar diperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan instrumen yang
memiliki/memenuhi syarat kesahihan suatu instrumen evaluasi.
Contoh berikut dapat dijadikan sarana untuk memahami pengertian
valid. Contoh yang dimaksud adalah berupa barometer dan termometer. Barometer
adalah alat ukur yang dipandang tepat untuk mengukur tekanan udara. Jadi, kita
dapat mengatakan bahwa barometer tanpa diragukan lagi adalah alat pengukur yang
valid untuk mengukur tekanan udara. Dengan kata lain, apa seseorang melakukan
pengukuran terhadap tekanan udara dengan menggunakan alat pengukur berupa
barometer hasil pengukuran yang diperoleh itu dipandang tepat dan dapat
dipercaya. Demikian pula halnya denga termometer. Termometer adalah alat
pengukur yang dipandang tepat, benar, sahih, dan abash untuk mengukur tinggi
rendahnya suhu udara. Jadi dapat dikatakan bahwa termometer adalah adalah alat
pengukur yang valid untuk mengukur suhu udara (Sudijono, 2006:96).
Sahih atau tidaknya evaluasi tersebut ditentukan oleh
faktor-faktor instrumen evaluasi itu sendiri, administrasi evaluasi dan
penskoran, respon-respon siswa (Gronlund, dalam Dimyati dan Mujiono (2006:195).
Kesahihan instrumen evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan pengalaman.
Dari dua cara tersebut, diperoleh empat macam kesahihan yanga terdiri atas
kesahihan isi (content validation), kesahihan konstruksi (contruction
validity), kesahihan ada sekarang (concurrent validity), dan
kesahihan prediksi (prediction validity) (Arikunto, 1990:64).
5) Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan yaitu
tingkat kepercayaan bahwa suatu evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat.
Maksud dari pernyataan ini adalah jika suatu eveluasi dilakukan pada subjek
yang sama evaluasi senantiasa menunjukkan hasil evaluasi yang sama atau
sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian, misalnya, dikatakan
telah memiliki reliabilitas apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh
para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil, kapan saja, dimana
saja ujian itu dilaksanakan, dan oleh siapa saja pelaksananya.
Keterandalan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Panjang tes (length of tes). Panjang tes
berhubungan dengan banyaknya butir tes. Pada umumnya lebih banyak butir tes,
lebih tinggi keterandalan evaluasi. Hal ini terjadi karena makin banyak soal
tes, makin banyak sampel yang diukur.
b) Sebaran skor (spread of scores). Besarnya sebaran skor
akan membuat kemungkinan perkiraan keterandalan lebih tinggi menjadi kenyataan.
c) Tingkat kesulitan tes (difficulty of tes). Tes
yang paling mudah atau paling sukar untuk anggota-anggota kelompok yang
mengerjakan cenderung menghasilkan skor tes keterandalan yang lebih rendah. Hal
ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dan sulit keduanya salam suatu
sebaran skor yang terbatas.
d) Objektivitas (objektivity). Objektivitas suatu tes
menunjuk kepada tingkat skor kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh para
siswa) dan memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan tes.
6). Kepraktisan
Kepraktisan suatu evaluasi bermakna bahwa kemudahan-kemudahan yang
ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
menginterpretasi, memperoleh hasil maupun kemudahan dalam menyimpan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi meliputi:
1) kemudahan mengadministrasi;
2) waktu yang disediakan untuk
melancarkan kegiatan evaluasi;
3) kemudahan menskor;
4) kemudahan interpretasi dan
aplikasi;
5) tersedianya bentuk instrumen
evaluasi yang ekuivalen atau sebanding.
2.5. Kategori Keluaran Belajar Menurut Bloom
Pada topik objek yang menjadi sasaran evaluasi pendidikan telah
disinggung secara sepintas perihal ketegori keluaran belajar Bloom ini.
Sekarang kategori keluaran belajar itu akan disinggung secara detail mengingat
kategori keluaran belajaran ini merupakan kategori yang sangat sering dipakai
orang dalam proses evaluasi hasil belajar peserta didik. Kategori keluaran
belajar yang dikemukan oleh Bloom dan kawan-kawan ini terdiri atas tiga ranah
atau domain belajar. Ketiga kategori atau ranah belajar yang
dimaksud adalah ranah belajar kognitif (domain cognitive), ranah
belajar afektif (domain affective), dan ranah psikomotor (domain
psikomotoric).
Ranah kognitif terdiri atas enam kelas/tingkat, yaitu pengetahuan,
pemahaman, penggunaan/penerapan, analisis, sintesis, evaluasi. Ranah
afektif terdiri atas menerima, merespon, menilai, mengorganisasi,
karakterisasi. Selanjutnya, ranah psikomotor terdiri atas gerakan
tubuh yang mencolok, ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, perangkat
komunikasi nonverbal, kemampuan berbicara. Tiga ranah di atas harus
dijabarkan terlebih dahulu ke dalam TIU (tujuan instruksional umum) dan TIK
(tujuan instruksional khusus). Ranah-ranah inilah yang kemudian dievaluasi
untuk mendapat hasil evaluasi yakni yang berupa skor dan nilai.
BAB III
KESIMPULAN
Pada dasarnya peserta didik memiliki tiga ranah keluaran belajar,
yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
setiap pembelajaran, ranah ini diharapkan oleh pendidik dapat berkembang dengan
baik. Untuk mengetahui perkembangan ketiga ranah itu, dilakukanlah kegiatan
evaluasi. Hal ini tentu saja bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tujuan
pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik. Selain itu, evaluasi tentu saja
dapat membantu pendidik untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh
siswa. Dengan mengetahui kemampuan-kemampuan siswa tersebut, pendidik dapat
mengetahui dan sekaligus membimbing peserta didik yang masih kurang mampu
memahami materi pelajaran yang telah mereka ajarkan.
Kegiatan evaluasi tentu saja tak dapat dilakukan tanpa prosedur
yang jelas. Ada prinsip-prinsip evaluasi yang sepatutnya diterapkan
oleh peserta didik. Tanpa mengikuti prinsip ini dikhawatirkan hasil evaluasi
tidak akan valid, tidak reliabilitas, tidak objektif, dan tidak praktis
menggambarkan kemampuan belajar peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pustaka. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka.
Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka
Cipta.
Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran
Bahasa dan Sastra. BPFE: Yogyakarta.
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:PT
Raja Grafindo.
0 Response to "EVALUASI PEMBELAJARAN"
Post a Comment