Hukum Perbuatan Menghadang Penjual di Luar Kota Berdasarkan Ushul Fiqh, Fiqh Muamalah
Hukum
Perbuatan Menghadang Penjual di Luar Kota Berdasarkan Ushul Fiqh, Fiqh Muamalah
Nabi Muhammad SAW bersabda:
حدثنا عبدالله بن يوسف أخبرنا مالك عن
أبي الزناد عن الاعرج عن أبىهريرةرضي الله عنه أن رسول الله صلىالله عليه وسلم قال: لا تلقواالركبان. ولايبع بعضكم
على بيع بعض. ولاتناجشوا ولايبيع حاضرلباد, ولاتصرواالغنم, ومن ابتاعها فهو بخير
النظرين بعد أن يحتلبهاإن رضيها امسكها وإن سخطهاردها وصاعامن تمر. (متفق عليه ) وفلىلفظ: وهو بالخيارثلاثا
Makna Secara
Leksikal.
“Telah bercerita kepada kami, Abdullah bin Yusuf,
telah memberi kabar kepada kami, Malik
dari Abi Zinad dari Al-A’rad dari Abi Hurairoh r.a, bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Janganlah kalian menjemput rombongan ( yang membawa barang dari desa
ke kota ), janganlah sebagian dari kalian menjual atas jualan yang lain,
janganlah menaikkan harga untuk menipu pembeli, janganlah orang kota menjualkan
buat orang desa, janganlah mengikat puting susu unta dan kambing (supaya banyak
air susunya ), dan barang siapa yang membelinya, maka ia boleh memilih yang
terbaik dari dua pandangan setelah memerah air susunya, jika ia rela boleh
menahannya, dan jika ia tidak rela, maka boleh mengembalikannya beserta satu
sa’ dari kurma”. ( HR. Bukhori Muslim ), Pada lafadz lain “ ia boleh
memilih tiga hari “.
Penjelasan
Lafadz Hadits.
( الإبل والغنم) tidak disebutkan nama sapi, menurut dhahirnya
hadits, melarang terhadap adanya menahan
terhadap susu unta dan kambing, baik itu disengaja atau tidak ( punya tujuan
atau tidak ), sekalipun bukan untuk dijual belikan, hal ini merupakan syarat
bagi Abi Hazm dari Abi Hurairoh dan juga sebagian ulama’ Syafi’iyah. Sedang
pendapat dari An-Nasa’I dari pendapatnya Sufyan dari Abi Zanad, berpendapat
bahwa pelarangan itu apabila hewan tersebut hendak dijual belikan, maka jika
tidak dijual belikan berarti menahan air susu hewan tersebut diperbolehkan.
( فمن ابتاعها
بعد ), yaitu tentang
adanya khiyar dalam jual beli ini, menurut Abi Zanad, bahwa khiyarnya selama 3
hari, kapan mulainya?, Menurut
Hanabilah adalah dihitung mulai adanya perpisahan, sedangkan Syafi’iyah
dihitung ketika terjadinya akad jual beli antara penjual dan pembeli.
( أن يحتلبها ) Menurut dhahirnya hadits, bahwa adanya khiyar itu
setelah memrah air susunya, Sedang menurut Jumhur Ulama’ bahwa adanya khiyar,
apabila mengetahui bahwa hewan tersebut ditahan air susunya, sekalipun tidak
diperah, maka sekalipun tidak diperah, hukum khiyarnya tertap ada.
Analisa Pendapat Dalam Hadits.
Dari hadits diatas
bahwa Rasulullah SAW, melarang lima macam bentuk jual beli diantaranya
adalah melarang menjemput rombongan yang
membawa barang dari desa ke kota, sebelum mereka sampai ke pasar tempat menjual
barang. Karena mereka belum mengetahui harga dipasar, maka yang demikian itu
dapat merugikan bagi mereka, kalau mereka sampai di pasar mereka akan
mengetahui harga di pasar. Dalam hal ini ada tiga permasalahan:
Jika mereka mengetahui bahwa
hal itu dilarang, dan sengaja menjemput rombongan yang membawa barang dari desa
itu, maka perbuatan tersebut hukumnya haram. Tapi jika mereka keluar kota untuk urusan yang
lain, tiba-tiba berjumpa dengan rombongan itu, kemudian mereka membeli barang
dagangan dari rombongan itu, maka menurut pendapat dari golongan Syafi’iyah ada dua pendapat, dan yang benar adalah berdosa.
Sedangkan pendapat dari Ibnu Abbas dan Ibnu
Umar, meghukumi haram terhadap jual belinya,
sekalipun akad jual belinya sah, karena adanya unsur kesengajaan dan penipuan
yang dapat merugikan kepada pihak lain.dan menurut sebagian dari ulama’ Hanafiyah dan Hambaliyah
menghukumi fasad, karena adanya unsur penipuan, dan fasad bukan berarti batal,
jadi hukum jual belinya tetap sah.
Menurut pendapat penulis,
bahwa perdagangan yang semacam ini dapat berakibat dosa, karena melanggar dari
ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam hadits diatas, sekalipun hukum jual
belinya tetap dianggap sah.
2.
Apakah jual belinya dianggap sah atau batal.
Menurut pendapat dari Imam
Syafi’I bahwa jual belinya dihukumi sah, hanya saja berdosa, sedangkan pendapat
dari para ulama’ yang lain, berpendapat bahwa jual beli yang semacam ini dianggap
batal, karena berdasarkan larangan tersebut dalam hadits, karena larangan
berarti batal. Alasan yang dipakai oleh Imam Syafi’I, bahwa larangan itu tidak
kembali kepada akad jual belinya. Dan Imam Syafi’I juga membedakan antara “ Butlan dengan
Fasad “. Pengertian
butlan adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan perintah, baik dari sisi asal
maupun sifatnya, sedangkan fasad adalah sesuatau yang berhubungan dengan
perintah syara’ dalam sifatnya bukan dari asalnya. Asal adalah berupa rukun dan
tempat, sedangkan sifat adalah selain dari rukun tempat.
Jadi menurut Imam
Syafi’i bahwa bentuk jual beli yang semacam
ini telah memenuhi rukun dan syaratnya, sekalipun pada hakekatnya merugikan
bagi rombongan, dan hal demikian tidak sampai merusak terhadap akad jual beli.
Menurut pendapat penulis,
bahwa perdagangan yang semacam ini sah, karena dalam konteks haditsnya,
melarang terhadap perbuatan melakukan jual beli yang semacam ini, dan
semata-mata bukan pada akad jual
belinya, sehingga akad dari jual belinya tetap sah.
3. Apakah ada khiyar dari jual belinya.
Dimana jika tidak
diketemukan adanya unsur penipuan bagi rombongan, karena mereka telah
mengetahui harga di pasar, maka tidak ada pilihan bagi mereka, sedangkan jika
tidak demikian dan orang membeli dari mereka dengan harga yang lebih murah dari
harga pasar, maka mereka tidak berhak untuk memilih. Menurut pendapat dari Abu Hurairoh, bahwa khiyar terjadi apabila belum adanya perpisahan tempat antara
penjual dan pembeli, maka jika keduanya telah berpisah, maka khiyarnya gugur.
Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat
bahwa lafadz ( جلب )
merupakan bentuk masdar, yang bermakna Isim maf’ul, Isim maf’ul, yang
artinya bahwa adanya perpindahan dari بلد ke بلد
yang lain, jadi apabila antara sipenjual dan pembeli belum sampai pisah
antar negara, maka masih adanya khiyar dalam jual belinya yaitu selama tiga
hari. Menurut pendapat saya, bahwa tentang apakah adanya khiyar atau tidak itu
tergantung perjanjiannya antara penjual dan pembeli, maka jika tidak adanya
kesepakatan perjanjian, maka tidak adanya khiyar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Haram
menjemput rombongan yang membawa barang dagang dari desa ke kota, karena dapat
merugikan mereka dan orang banyak.
2. Haram
menjual atas jualan orang lain setelah mendapatkan harga diantara penjual dan
pembeli.
3. Haram
menaikkan harga diatas harganya, dengan tujuan untuk menipu.
4. Haram
menjual kambing dan unta, yang diikat putting susunya supaya banyak air
susunya.
5. Sah
menjual hewan yang diikat putingnya, denag syarat ada pilihan bagi bagi
pembeli.
6. Haram
menipu dalam segala bentuknya.
B.
Saran
Saran-saran dan kritik yang bersifat
konstruktif sangat penulis harapkan untuk melengkapi makalah ini dan untuk
kemajuan ilmu pengetahuan kedepan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Imam
al hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar al- Asqolani, Fatkhul
Bari, Darul ad diyan,
Th. 773- 853 H.
2.
Imam Abi
Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughiroh bin Bardazbah Al- Bukhori Al- Ja’fiyyi, Shahih
Bukhori, Juz III Jilid II.
3.
Muhammad bin
Ali bin Muhammad As-Syaukani, Nailal Author, Jilid
5, Beirut,
4.
H. Ahmad Usman,
Hadits Ahkam, Al-ikhlas, Surabaya
0 Response to "Hukum Perbuatan Menghadang Penjual di Luar Kota Berdasarkan Ushul Fiqh, Fiqh Muamalah "
Post a Comment