DINASTI DI BARAT BAGHDAD I DINASTI IDRISIYAH DAN DINASTI AGHLABIYAH




BAB I
 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Islam telah mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abasiyah, yang berlangsung kurang lebih selama 500 tahun. Mulai dari tahun 132 H s/d 656 H. Atau dari tahun 750 M s/d 1258 M. Pada masa ini Islam menjadi pusat dunia dalam berbagai aspek peradaban. Kemajuan itu hampir mencakup semua aspek kehidupan; mulai dari bidang ekonomi, politik, sosial, hukum, budaya, ilmu pengetahuan dll.

Tetapi tidak dipungkiri dibalik itu semua tersimpan persoalan politik yang pada akhirnya bermuara pada persoalan disintegrasi bangsa tersebut. Masalahnya ada pada kebijakan pemerintahan Dinasti Abasiyah yang lebih menitikberatkan terhadap pembinan peradaban dan kebudayaan. Sedangkan masalah politik yang sebenarnya tak boleh diabaikan karena ini menyangkut integritas sebuah bangsa. Masalah politik yang didalamnya ada ekpansi, kebijakan politis, dsb. tidak disentuh sehingga mempercepat pelepasan wilayah-wilayah tertentu yang berada jauh dari pantauan pemerintah pusat Dinasti Abbasiyah.

Dalam sejarah Politik Islam, disintegrasi politik tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak berakhirnya pemerintahan Bani Ummayah. Ada perbedaan mendasar diantara dua pemerintahan tersebut. Pada Masa Bani Ummayah, wilayah kekuasaan sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam (mulai dari awal berdirinya sampai akhir kehancurannya). Sedangkan pada masa Pemerintahan Abbasiyah wilayah kekuasaannya tidak pernah diakui di daerah Spanyol dan Afrika utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar bahkan kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah.[1][1]

Peta kekuasaan tersebut telah banyak mengakibatkan bermunculan wilayah-wilayah yang memisahkan diri dan membentuk dinasti-dinasti kecil. Proses memerdekakan diri dari kekuasaan Abbasiyah tersebut melalui dua cara: Pertama, melalui pemberontakan lokal dan berhasil, kedua. Melalui gubernur yang ditunjuk oleh khalifah yang kedudukannya semakin lama semakin kuat.
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Dinasti Idrisiyah
 Dinasti ini didirikan oleh seorang penganut syiah, yaitu Idris bin Abdullah pada tahun 172 H./789 M. Idrisiyah, yang menjadikan Fez sebagai ibukota utamanya, merupakan dinasti Syiah pertama yang tercatat dalam sejarah.[2][2] Dinasti ini berusaha memasukkan doktrin syiah ke daerah Maghribi (Maroko) dalam bentuk yang sangat halus.[3][3] Maksudnya tidak dengan cara kekerasan seperti ekspansi penaklukan atau perang. Sebelum masa mereka, wilayah itu di dominasi oleh egalitarianisme[4][4] radikal Kharijiyyah.[5][5]

Idris bin Abdullah merupakan salah seorang keturunan Nabi Muhammad SAW. Yaitu cucu putra khalifah ‘Ali bin Abi Tholib, Al-Hasan, dan dengan demikian berhubungan dengan garis Imam-imam syiah. Sebelumnya Dia ikut ambil bagian dalam pemberontakan sengit perlawanan kelompok keturunan Ali di Hijaz[6][6], Fakh[7][7] (Madinah[8][8]) terhadap ‘Abbasiyah pada tahun 169 H./786 M. Perlawanan itu bisa diredam dan Dia terpaksa pergi menyelamatkan diri dari peperangan itu ke Mesir dan kemudian ke Afrika Utara, di mana prestise[9][9] keturunan ‘Ali dapat membuat beberapa tokoh Berber Zenata di Maroko utara menerimanya sebagai pemimpin mereka.[10][10] Di sinilah Idris bin Abdullah mendirikan kerajaan Idrisiyah, dan kaum Barbar yang gagah dan kuat telah menjadi tulang punggung pemerintahannya.[11][11] Dinasti Idrisiyah berperan dalam menyebarkan budaya dan agama Islam ke bangsa Barbar dan penduduk asli.[12][12]

Ada dua alasan mengapa Dinasti Idrisiyah muncul dan menjadi dinasti yang sangat kuat. Pertama karena adanya dukungan penuh dan kuat dari kaum Barbar. Kedua, secara geografis posisi dinasti ini berada jauh dengan pusat pemerintahan di Baghdad sehingga sulit untuk ditaklukan.[13][13] Alasannya karena khalifah Harun Ar-Rasyid merasa ragu-ragu untuk mengirim tentara memeranginya karena khawatir akan nasib tentaranya ketika berada di tempat yang jauh itu. Juga karena menyangka bahwa seandainya tentaranya ditewaskan, maka Idris akan berani pulauntuk menyerang pemerintahan Abbasiyah di Mesir dan Syam.[14][14]

Pada masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah yang dipimpin oleh Harun Ar-Rasyid, (menggantikan Al-Hadi), Harun Ar-Rasyid merasa posisinya terancam dengan hadirnya Dinasti Idrisiyah tersebut, maka Harun Ar-Rasyid merencanakan untuk mengirim pasukannya dengan tujuan memeranginya. Namun faktor geografis yang berjauhan menyebabkan batalnya pengiriman pasukan.[15][15] Selai dari pada kekhawatirannya akan penyerangan balik kepada pemerintahan Abbasiyah di Mesir dan Syam.

Diriwayatkan bahwa khalifah Harun Ar-Rasyid telah menggunakan suatu taktik dengan mengirim seorang yang pintar, bernama Sulaiman Bin Jarir, yang menyamar diri sebagai penentang kaum Abbasiyah dan menerima perlindungan kepada Idris. Setelah Idris menerimanya dengan baik dan memberinya kepercayaan serta menjadikannya sebagai teman yang rapat, sulaiman membunuhnya dengan menggunakan racun.[16][16] Khalifah Idris bin Abdullah pun meninggal. Taktik ini disarankan oleh Yahya Barmaki kepada khalifah Harun Ar-Rasyid.[17][17] Tetapi pembunuhan Idris tidak pula dapat menumpas kerajaan Idrisiyah, karena kaum Barbar telah bersepakat untuk mengikrarkan kerajaan mereka sebagai kerajaan yang bebas merdeka.[18][18] Idris meninggalkan seorang hamba yang sedang mengandung anaknya. Dan ketika seorang hamba tersebut melahirkan, kaum Barbar memberikan nama abyi tersebut dengan nama Idris dan mengikrarkannya sumpah setia kepadanya sebagaimana yang pernah diikrarkan kepada bapaknya. Dan Idris inilah yang melanjutkan jejak bapaknya yaitu Idris Bin Abullah dan disebut sebagai Idris II.[19][19]

1.    Masa kepemimpinan Idris II
Idris I dan putranya Idris II telah berhasil mempersatukan suku-suku Barbar, imigran-imigran Arab yang berasal dari Spanyol dan Tripolitania dibawah satu kekuasaan politik.[20][20] Berhasil pula merestorasi[21][21] Volubilis, kota Romawi menjadi kota Fez[22][22] dan mampu membangun kota Fez sebagai kota pusat perdagangan, kota suci, Fez menjadi pusat kaum Syorfa[23][23] atau Syurafa, yang menjadi faktor penting dalam sejarah perkembangan Maroko, dan pada tahun 1959 di kota ini telah didirikan sebuah masjid Fathima dan Universitas Qairawan yang terkenal.[24][24]
Pada masa kepemimpinannya Idris II, dinasti Idrisiyah mengalami perkembangan cukup pesat. Hal ini terbukti ia mampu membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam sebuah pemerintahan, seperti pembangunan kembali kota Fez, istana, masjid, percetakan uang, dan pembangunan saluran air yang dikirim ke rumah-rumah penduduk. Keseriusannya membangun kota dan perangkat lainnya ini, menurut para ahli, ia dikategorikan sebagai pendiri sebenarnya dari dinasti Idrisiyah.[25][25]
2.    Masa kepemimpinan Muhammad Al Muntashir bin Idris

Pada masa kekuasaan Muhammad bin Idris, Dinasti Idrisiyah telah membagi-bagi wilayahnya kepada delapan orang saudaranya, Ia sendiri tetap menguasai Fez dan memiliki semacam supremasi moral terhadap wilayah-wilayah lainnya. Setelah Ia memerintah selama masa yang cukup tenang, puteranya yang bernama ‘Ali menggantikannya sebagai raja. Pada masa kepemimpinan ini dinasti Idrisiyah tidak mengalami banyak perubahan dan masalah.[26][26]

3.    Masa kepemimpinan ‘Ali bin Muhammad
Barulah pada masa kepemimpinan ‘Ali bin Muhammad terjadi konflik antar keluarga dengan kasus yang klasik, yaitu terjadi penggulingan kekuasaan yang pada akhirnya kekuasaan ‘Ali berpindah ke tangan saudaranya sendiri yaitu Yahya bin Muhammad.[27][27]

4.    Masa kepemimpinan Yahya bin Muhammad
Pada masa Yahya bin Muhammad ini, kota Fez banyak dikunjungi imigran dari Andalusia dan daerah Afrika lainnya. Kota ini berkembang begitu pesat, baik dari segi pertumbuhan penduduk maupun pembangunan gedung-gedung megah. Tepat pada tahun 863 M., Yahya bin Muhammad meninggal dan kekuasaannya berpindah ketangan putranya, yaitu Yahya II.[28][28]
5.    Masa kepemimpinan Yahya II
Pada masa pemerintahan Yahya II ini terjadi kemerosotan yang disebabkan oleh ketidakmahiran Yahya II dalam mengatur pemerintahannya, sehingga terjadilah pembagian wilayah kekuasaan. Disamping ketidakmampuan mengatur pemerintahannya, Yahya juga pernah terlibat perbuatan yang tidak bermoral terhadap kaum wanita. Sebagai akibatnya, Ia harus melarikan diri karena diusir oleh penduduk Fez dan mencari perlindungan di Andalusia sampai akhir hayatnya tahun 866 M.[29][29]

6.    Masa kepemimpinan ‘Ali bin Umar
Dalam suasana yang mengecewakan rakyat, seorang penduduk Fez bernama Abdurahman bin Abi Sahl Al-Judami mencoba menarik keuntungan dengan jalan mengambil alih kekuasaan. Namun, isteri Yahya (anank perempuan dari saudara sepupunya), ‘Ali bin Umar[30][30] berhasil berhasil menguasai wilayah Kawariyyir (Qairawan) dan memulihkan ketenteraman.[31][31]

7.    Masa kepemimpinan Yahya III
Pada masa Yahya III, pemerintahan yang semrawut ditertibkan kemali sehingga menjadi tenteram dan aman. Namun, setelah Yahya III memerintah dalam waktu yang cukup lama, Ia terpaksa harus menyerahkan kekuasaan kepada kerabatnya yang diberi nama Yahya IV.[32][32]

8.    Masa kepemimpinan Yahya IV
Yahya IV ini berhasil mempersaukan kembali wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kerabat-kerabat yang lainnya, dan sejak itu Dinasti Idrisiyah terlibat dalam persaingan antara dua kekuatan besar, yaitu Bani Umayah dari Spanyol dan Dinasti Bani Fatimiyah dari Mesir dalam memperebutkan supremasi dari Afrika Utara.[33][33

9.    Masa kepemimpinan Al Hajjam bin Muhammad
Setelah masa Yahya IV, saat kota Fez dan wilayah-wilayah Idrisiyah menjadi pertikaian, seorang cucu Idris II, yang bernama Al Hajjam berhasil menguasai Fez dan daerah sekitarnya. Akan tetapi Ia kemudian mendapat penghianatandari seorang pemimpin setempat sehinggakekuasaannya hilang dan hidupnya berakhir pada tahun 926 M.[34][34]

Jatuhnya dinasti Idrisiyah diakibatkan adanya serangan dari dinasti Fathimiyah di Mesir dan Bani Umayyah di Cordova, Andalusia. Dalam sejarah tercatat, dinasti ini tidak pernah mendapat pengakuan dari Bani Abbasiyah sebagai penguasa daerah otonom di Afrika Utara, bahkan dianggap sebagai ancaman serius bagi keutuhan wilayah Islam. Persoalan ideologis, antara penguasa Bani Abbasiyah yang Sunni dengan Bani Idrisiyah yang Syi’ah, berkembang menjadi persoalan-persoalan politis.

Perseteruan ini terus berlangsung hingga berakhirnya kekuasaan dinasti Idrisiyah. Karena terkepung di antara Fatimiyah Mesir dan Umayyah Spanyol, dinasti Idrisiyah akhirnya hancur oleh serangan yang mematikan yang dilancarkan seorang jendral utusan Khalifah al-Hakam II (961-967) M di Kordova.[35][35]

Kekuasaan Idrisiyah yang ada dikota-kota, tanpa menguasai desa-desa akhirnya terpecah-pecah dimasa pemimpin Muhammad al-Muntasir pada tahun (213-221) H. Kekuasaan mereka dibagi-bagikan kepada saudara-saudara al-Muntasir yang banyak jumlahnya. Musuh-musuh mereka yang terdiri dari suku Berber, dengan mudah dapat memukulnya. Disamping itu muncul pula ancaman musuh yang lebih besar, yakni Daulah Fatimiyah yang dipimpin oleh Mahdi Ubaidillah. Yahya IV (292-310) H terpaksa mengakui kekuasaan Fatimiyah, dan Fez dapat diduduki oleh dinasti baru tersebut pada tahun 309. Baru menjelang akhir pemerintahannya, Idrisiyah dapat menguasai pelosok Maroko. Tetapi bani umaiyah yang berkuasa di Spanyol memukul Idrisiyah tahun 363 H dan keluarga terakhir dinasti yang kalah itu dibawa ke Cordova.[36][36]

Berikut ini adalah tabel daftar para penguasa Dinasti Idrisiyah:[37][37]
No.
Nama
Tahun
Keterangan
1.
Idris I bin Abdullah
789-793 M.
2.
Idris II bin Idris I
793-828 M.
3.
Muhammad Al Muntashir bin Idris I
828-836 M.
4.
‘Ali bin Muhammad
836-849 M.
5.
Yahya I bin Muhammad
849-863 M.
6.
Yahya II bin Yahya I
863-866 M.
7.
‘Ali II bin Umar
866-? M.
Tidak diketahui tahun akhirnya
8.
Yahya III bin Al Kasim
?-905 M.
Tidak diketahui tahun awalnya
9.
Yahya IV bin Idris bin Umar
905-920 M.
10.
Hasan Al Hajjam bin Muhammad bin Al Kasim
925-927 M.
11.
Kasim Al Ghannun bin Muhammad bin Al Kasim
937-948 M.
12.
Abu Aysh Ahmad bin Kasim Ghannun
948-954 M.
13.
Hasan bin Kasim Ghannun
954-974 M.


B.   Disasti Aghlabiyah
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M). Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Binu Aghlab.
Para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut :
No.
Nama
Tahun
1.
Ibrahim I bin al-Aghlab
800-812 M
2.
Abdullah I
8l2-817 M
3.
Ziyadatullah
817-838 M
4.
Abu ‘Iqal al-Aghlab
838-841 M
5.
Muhammad I
841-856 M
6.
Ahmad
856-863 M
7.
Ziyadatullah
863- M
8.
Abu Ghasaniq Muhammad II
863-875 M
9.
Ibrahim II
875-902 M
10.
Abdullah II
902-903 M
11.
Ziyadatullah III
903-909 M

Aghlabiyah memang merupakan Dinasti kecil pada masa Abbasiyah, yang para penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah. Awal mula terbentuknya Dinasti tersebut yaitu ketika Baghdad di bawah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Di bagian Barat Afrika Utara, terdapat dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya. Pertama dari Dinasti Idris yang beraliran Syi’ah dan yang kedua dari golongan Khawarij.

Dengan adanya dua ancaman tersebut terdoronglah Harun ar-Rasyid untuk menempatkan balatentaranya di Ifriqiyah di bawah pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan wilayah tersebut, Ibrahim bin al-Aghlab mengusulkan kepada Harun ar-Rasyid supaya wilayah tersebut dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannya secara permanen. Karena jika hal itu terjadi, maka ia tidak hanya mengamankan dan memerintah wilayah tersebut, akan tetapi juga mengirim upeti ke Baghdad setiap tahunnya sebesar 40.000 dinar. Harun ar-Rasyid menyetujui usulannya, sehingga berdirilah Dinasti kecil (Aghlabiyah) yang berpusat di Ifrikiah yang mempunyai hak otonomi penuh. Meskipun demikian masih tetap mengakui akan kekhalifahan Baghdad.[38][38]

Pendiri Dinasti ini adalah Ibrahim bin al-Aghlab pada tahun 800 M. Pada tahun itu Ibrahim diberi provinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom yang besar.[39][39] Untuk menaklukkan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan yang besar, namun tidak seperti Ifriqiyyah yang sifatnya adalah pemberian Dinasti Aghlabiyah berkuasa kurang lebih dari satu abad, mulai dari tahun 800-909 M.

Nama Dinasti Aghlabiyah ini diambil dari nama ayah Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-Aglab. Ia adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah. Pada tahun 800 M. Ibrahim I diangkat sebagai Gubernur (Amir) di Tunisia oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Karena ia sangat pandai menjaga hubungan dengan Khalifah Abbasiyah seperti membayar pajak tahunan yang besar, maka Ibrahimi I diberi kekuasaan oleh Khalifah, meliputi hak-hak otonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinya tanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauh antara Afrika Utara dengan Bagdad. Sehingga Aghlabiyah tidak terusik oleh pemerintahan Abbasiyah.[40][40]

Pemerintahan Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak yang muncul dari Kharijiyah Barbar di wilayah mereka. Kemudian di bawah Ziyadatullah I, Aghlabiyah dapat merebut pulau yang terdekat dari Tunisia, yaitu Sisilia dari tangan Byzantium 827 M, dipimpin oleh panglima Asad bin Furat, dengan mengerahkan panglima laut yang terdiri dari 900 tentara berkuda dan 10.000 orang pasukan jalan kaki. Inilah ekspedisi laut terbesar. Ini juga peperangan akhir yang dipimpin panglima Asad bin Furad karena itu, ia meninggal dalam pertempuran. Selain untuk memperluas wilayah penaklukan terhadap Sicilia juga bertujuan untuk berjihad melawan orang-orang kafir. Wilayah tersebut enjadi pusat penting bagi penyebaran peradaban Islam ke Eropa Kristen.[41][41]

Aspek yang menarik pada Dinasti Aghlabiyah adalah ekspedisi lautnya yang menjelajahi pulau-pulau di Laut Tengah dan pantai-pantai Eropa seperti pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan lpen. Selain itu juga berhasil menaklukan kota-kota pantai Itali, Brindisi, Napoli, Calabria, Totonto, Bari, dan Benevento. Dan pada tahun 868 M, mampu menduduki Malpa. Dengan berhasilnya penaklukan-penaklukan di atas Dinasti Aghlabiyah menjadi Dinasti yang kaya, sehingga para penguasa Aghlabiyah antusias dalam bidang pembangunan. Keberhasilan penguasaan seluruh pulau Sisilia inilah yang membuat Aghlabiyah unggul di Mediterania Tengah. Kemudian Aghlabiyah melanjutkan serangan-serangannya ke pulau lainnya dan pantai-pantai di Eropa, termasuk berhasil menaklukan kota-kota pantai Italia Brindisi (836/221 H.) Napoli (837M), Calabria (838 M), Toronto (840 M ), Bari (840 M), dan Benevento (840 M). Karena tidak tahan terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan Aghlabiyah pada Bandar-bandar Itali, termasuk kota Roma, maka Paus Yonanes VIII (872– 840 M) terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada Aghlabiyah.[42][42]

Pasukan Aghlabiyah juga berhasil menguasai kota Regusa di pantai Yugoslavia (890 M), Pulau Malta (869 M), menyerang pulau Corsika dan Mayorka, bahkan mengusai kota Portofino di pantai Barat Italia (890), kota Athena di Yunani-pun berada dalam jangkauan penyerangan mereka. Dengan keberhasilan penaklukan-penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti Aghlabiyah kaya raya, para penguasa bersemangat membagun Tunisia dan Sisilia. Ziyadatullah I membangun masjid Agung Qairuan, sedangkan Amir Ahmad membangun masjid Agung Tunis dan juga membangun hampir 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara. Tidak cukup itu, jalan-jalan, pos-pos, armada angkutan, irigasi untuk pertanian (khususnya di Tunisia Selatan, yang tanahnya kurang subur), demikian pula perkembangan arsitektur, ilmu, seni dan kehidupan keberagamaan.[43][43]

Selain sebagai ibu kota Dinasti Aghlabiyah, Qairuan juga sebagai pusat penting munculnya mazhab Maliki, tempat berkumpulnya ulama-ulama terkemuka, seperti ahnun yang wafat (854 M) pengarang mudawwanat, kitab fiqih Maliki, Yusuf bin Yahya, yang wafat (901 M), Abu Zakariah al-Kinani, yang wafat (902 M), dan Isa bin Muslim, wafat (908 M). Karya-karya para ulama-ulama pada masa Dinasti Aghlabiyah ini tersimpan baik di Masjid Agung Qairuan.[44][44]
1.      Langkah-langkah Pemimpin Aghlabiyah
a.       Penguasa Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak Kharijiyah Berber di wilayah mereka.
b.      Dilanjutkan dengan dimulainya proyek besar merebut Sisilia dari tangan Bizantium pada tahun 827 M, dibawah Ziadatullah I yang amat cakap dan energik, dengan meredakan oposisi internal di Ifriqiyyah yang dilakukan Fuqaha’ (pemimpin–pemimpin religius) Maliki di Qayrawan (Cairovan). Disamping itu, suatu armada bajak laut dikerahkan, sehingga membuat Aghlabiyah unggul di Mediterania Tengah dan membuat mereka mampu mengusik pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Meriteran Alp. Kemudian Aghlabiah juga berhasil merebut Malta pada tahun 868 M. Daerah-daerah tersebut yang menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Aghlabiyah.Dengan demikian, pada tahun 878 M sempurnalah penguasaan atas Sisilia, kemudian pulau itu dibawah pemerintahan Muslim. Pertama di bawah kekuasaan Aghlabiyah dan kedua di bawah Gubernur-Gubernur Fathimiyah, sampai penaklukan oleh Norman pada abad XI. Pulau itu menjadi pusat bagi penyebaran kultur Islam ke Eropa KRISTEN.

2.      Peninggalan-peninggalan Bersejarah Dinasti Aghlabiah
Aghlabiyah adalah pembangun yang penuh semangat. Diantara bangunan-bangunan peninggalan Aghlabiah adalah:
a.       Pembangunan kembali Masjid Agung Qayrawan oleh ZiyadatullahI
b.      Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Ahmad.
c.       Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya di Ifriqiyah selatan yang kurang subur.[45][45]
3.      Kemunduran Dinasti Aghlabiyah

Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiah di Ifqriqiyah menjadi merosot. Hal ini disebabkan karena amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan (berfoya-foya), dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah, juga propaganda Syi’iah, Abu Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti Aghlabiyah dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III di usir ke Mesir setelah melakukan upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan bantuan dari Abbasiah untuk menyelamatkan Aghlabiah.[46][46]


BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

A.   Dinasti Idrisiyah
1.      Dinasti Idrisiyah adalah dinasti kecil pada masa bani Abbasiyah yang terletak di tepi barat Baghdad
2.      Dinasti Idrisiyah didirikan oleh penganut syi'ah, yaitu Idris bin Abdullah keturuna Nabi cicit dari Hasan pada tahun 172 H / 789 M dengan dukungan kaum Bar-bar
3.      Fez adalah ibukota dari Dinasti Idrisiyah
4.      Dinasti Idrisiya mencapai kejayaan pada masa Idrisiyah II
5.      Keruntuhan dinasti Idrisiyah selain dari faktor internal juga dari faktor ekternal yaitu terkepung dinasti Idrisiyah di antara Fatimiyah Mesir dan Umayyah Spanyol
B.   Dinasti Aghlabiyah
1.    Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M).
2.    Dinasti ini didirikan dan Nama Dinasti Aghlabiyah ini diambil dari nama ayah Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-Aghlab 800-812 M.
3.    Ifriqiyah adalah ibukota Dinasti Aghlabiyah
4.    Dinasti Aghlabiyah mencapai kejayaan pada masa awal-awal pemerintahan dengan perluasan wilayahnya, termasuk pembangunan.
5.    Kemunduran Dinasti ini dikarenakan nafsu keduniaan sang Ziyadatullah III yang sangat tinggi sehingga pada akhirnya dapat ditumbangkan juga oleh Dinasti Fatimiyah.


DAFTAR PUSTAKA

Amin. Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
Boswort. C.E., Dinasti-Dinasti Islanm, Terj. Ilyas Hasan, Bandung: MIZAN, 1980.
Hitti. Pilip K., History of the Arab, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Supriadi. Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008.
Syalabi. Ahmad, Jilid 3, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Terj. Muhammad Labib Ahmad, Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2008.
http. file: ///D:/ Akademis/ semester%20IV/ SPI%20III%20%281258- 1800%29/ idrisiyah/ dinasti-aghlabiyah-dinasti-islam-kecil.html.
http. file:///D:/ Akademis/ semester% 20IV/ SPI% 20III %20% 281258-1800% 29/ idrisiyah/ dinasti- idrisiyah.html.






[1][1] Sir William Munir. The caliphat. New York: AMS Inc, yang dikutip dari Badri Yatim, Sejrah Perdaban Islam, dikutip juga oleh penulis dari bukunya Dedi Supriyadi, M.Ag SEJARAH PERADABAN ISLAM.
[2][2] Pilip K. Hitti, History of the Arab, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal. 570.
[3][3] C.E. Boswort, Dinasti-Dinasti Islanm, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: MIZAN, 1980), hal. 43.
[4][4] Berasal dari kata Egalitarian yang berasal dari kata egalite atau egalitet/egalitas yang berarti persatuan; persamaan; penyamaan; penyamarataan; kesejajaran; yaitu orang yang percaya akan adanya persamaan takdir semua orang yang sederajat. Jadi egalitarianisme ialah sebuah ajaran atau faham bahwa manusia yang berderajat sama memiliki takdir yang sama pula.
[5][5] C.E. Boswort, hal. 43.
[6][6] Lihat pada C.E. Boswort, hal. 43.
[7][7] Ahmad Syalabi Jilid 3, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Terj. Muhammad Labib Ahmad, (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2008), hal. 143.
[8][8] Lihat pada Pilip K. Hitti. History of the Arab, hal. 570.
[9][9] Prestise: pengaruh atau wibawa
[10][10] C.E. Boswort, hal. 43.
[11][11] Ahmad Syalabi Jilid 3, hal. 143.
[12][12] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 275.
[13][13] Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008), hal. 157.
[14][14] Ahmad Syalabi Jilid 3, hal. 143.
[15][15] Dedi Supriadi, hal. 157.
[16][16] Ahmad Syalabi Jilid 3, hal. 143.
[17][17] Dedi Supriadi, hal. 157.
[18][18] Ahmad Syalabi Jilid 3, hal. 143.
[19][19] Dedi Supriadi, hal. 157-158.
[20][20] Ibid., hal. 158.
[21][21] Restorasi: Perbaikan; pemulihan; pemugaran.
[22][22] Samsul Munir Amin, hal. 275.
[23][23] Syorfa atau syurafa adalah bentuk jamak dari syarif, orang mulia, ialah orang-orang terhormat keturunan Nabi SAW. dari Al Hasan dan Al Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib.
[24][24] Dedi Supriadi, hal. 158.
[25][25] http. file:///D:/ Akademis/ semester% 20IV/ SPI% 20III %20% 281258-1800% 29/ idrisiyah/ dinasti- idrisiyah.html.
[26][26] Dedi Supriadi, hal. 158-159.
[27][27] Ibid., hal. 159.
[28][28] Ibid., hal. 159.
[29][29] Ibid., hal. 159.
[30][30] Menurut riwayat lain bahwa setelah Yahya II diusir oleh penduduk kota Fez, ‘Ali bin Umar (paman dari ayah tiri Yahya) diangkat untuk menduduki tahta yang tak lama kemudian harus dilepaskan lagi akibat satu pemberontakan.
[31][31] Dedi Supriadi, hal. 159.
[32][32] Ibid., hal. 160.
[33][33] Ibid., hal. 160.
[34][34] Ibid., hal. 160.
[35][35] Pilip K. Hitti, hal. 571.
[36][36] C.E. Boswort, hal. 43.
[37][37] Dedi Supriadi, hal. 158.
[38][38] Pilip K. Hitti, hal. 571.
[39][39] C.E. Boswort, hal. 46.
[40][40] http. file: ///D:/ Akademis/ semester%20IV/ SPI%20III%20%281258- 1800%29/ idrisiyah/ dinasti-aghlabiyah-dinasti-islam-kecil.html.
[41][41]Ibid.
[42][42] C.E. Boswort, hal. 46.
[43][43] http. file: ///D:/ Akademis/ semester%20IV/ SPI%20III%20%281258- 1800%29/ idrisiyah/ dinasti-aghlabiyah-dinasti-islam-kecil.html.
[44][44] http. file: ///D:/ Akademis/ semester%20IV/ SPI%20III%20%281258- 1800%29/ idrisiyah/ dinasti-aghlabiyah-dinasti-islam-kecil.html
[45][45] Dedi Supriadi, hal. 162.
[46][46] C.E. Boswort, hal. 46.

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "DINASTI DI BARAT BAGHDAD I DINASTI IDRISIYAH DAN DINASTI AGHLABIYAH"