SEKOLAH SEBAGI ORGANISASI BIROKRASI


SEKOLAH SEBAGAI ORGANISASI BIROKRATIS
Oleh aniqotul
Oleh: aniqotul khoirot
A.Pendahuluan
Segala puji bagi Allah yeng telah menunjukkan kepada hambanya suatu aturan yang sangat sempurna dengan menggunakan kalamnya berupa al-qur’an sebagai pedoman dasar dan bahan inspirasi bagi mereka yang mau berfikir dan merenungkan dari besarnya nikmat yang telah ditrerimanya tentang keberadaan kehidupan yang ada disekitarnya, baik itu berupa alam, dengan sesame manusia, serta antara dirinya dan tuhannya, yang nantinya, apapun yang menjadi pemikirannya itu, akan dimintai pertanggungjawaban dipengadilannya sang maha ‘adil. Pedoman dan tuntunan yang disampaikan kepada hambanya itu menggunakan bahasa yang paling mudah dan paling rendah supaya dapat difahami dan dipraktekkan dikehidupannya, tidak hanya dengan kalamnya saja yang ‘tertulis’ tapi juga dengan tamsil-tamsil akan ‘sistem kerja’ sang kholik dalam memantau dan melestarikan makhluknya, seperti menciptakan malaikan dengan berbagai tugas yang diembannya, bukannya merupakan tanda akan kelemahan dan keterbatasan allah, tapi itu merupakan pelajaran tentang demokrasinya allah dalam ‘birokrasi’ alam-Nya yang maha besar ini.
Hal itulah, yang nantinya ‘mungkin’ bagi mereka yang mengetahui dan memahami ilmu keislaman, dijadikan sebagai inspirasi dalam mengelola segala hal, termasuk di dalamnya mengelola dunia pendidikan, yang menurut sebagian pemikir itu pengelolaannya bisa menggunakan system birokrasi. Yang mana system ini sebenarnya bukan berkaitan dengan pendidikan, tapi tentang pemerintahan dan kemiliteran. Karena ‘mungkin’ ada kesamaan obyek, yaitu banyaknya ragam karakter, keahlian, tingkatan, serta keinginan pelaku dalam dunia pendidikan, dimungkinkan sekali dalam system pengelolaannya dengan cara seperti di dunia pemerintahan dan ketentaraan, supaya keragaman itu dapat terkafer secara maksimal seluruhnya untuk menuju tujuan pendidikan tersebut.
B. Awal keberadaan birokrasi dalam pendidikan Awal mula dimulainya invansi Cuban yang akhir-akhir ini di kenal dengan istilah administrasi einshower adalah terbentuknya beberapa model tes untuk mengukur tingkat kecerdasan /intelegen para anggota CIA dan pada waktu itu yang dilatih pertama kali oleh President-Elect Kennedy adalah direktur CIA bernama ALLEN Dulles pada tangga 29 november1960. Sebagai program/langkah awal, CIA membuat perencanaan yang berdasarkan pada beberapa assumsi; antara lain:
1. Tetap menjaga kerahasiaan pribadi amerika serikat.
2. Ketika terjadi sebuah pemberontakan di Cuba, maka para tentara dan warga Negara mengangkat senjata untuk bergabung dalam sebuah penghalauan.
3. Angkatan udara Cuban diperkirakan kacau sehingga tidak efisien dalam penyerangan. Setidak-tidaknya serangan udara dengan menggunakan pesawat udara B-26 bombers dapat digunakan dari Negara Niragua dan dapat menghancurkan Cuban.
4. Jika para penyerbu tersebut merasa terjepit, maka mereka bisa mundur kepegunungan dan menyelesaikan aktifitas gerilya-nya.
C. Administrasi birokrasi Weber menggambarkan satu set organisasi, yang mana hal tersebut dapat diaplikasikan secara universal pada mereka pelaksana organisasi dengan menggunakan system birokrasi. Prinsip-prinsip ini perlu diatur dalam suatu organisasi agar pada tingkat yang lebih tinggi dapat mencapai target maksimum dan efisien.Prinsip-prinsip terbut diantaranya:
1. Sruktur yang hirarki: suatu organisasi dapat berbentuk pyramid yang mana setiap tingkatanya berisi para pemimpin yang selalu bertanggung jawab dalam membuat keputusan dan perilaku/tindakan bawahannya demi tercapainya tujuan bersam
Sebagai posisi atas yang yang menempati kerucut tertinggi adalah pemimpin dari organisasi (puncuk pimpinam/top manager), selanjutnya terdiri dari berbagai bagian yang setiap bagian dipimpin oleh satu staf yang nantinya bertanggungjawab pada puncuk pimpinan atas tugas-tugas dalam meminpin bawahannya.
2. Pembagian kerja: dalam sebuah organisasi tentu terdapat variasi tugas yang harus dilakuakan, untuk itu tugas dibagi menurut area tertentu secara khusus dan dipegang oleh orang-orang yang benar-benar mumpuni bagi mereka dengan melakukan pelatihan, ketrampilan, dan stabilitas yang mereka miliki.
3. Control (kendali) dengan menggunakan peraturan-peraturan: setiap keputusan dan tindakan yang diambil dalam sebuah organisasi harus berasarkan peraturan-peraturan yang sudah terbentuk. Agar tercipta keseragaman, dan dapat menjaga stabilitas.
4. Hubungan tidak perseorangan: pengendalian atas orang-orang dan aktivitas dalam suatu organisasi dapat dibentuk secara mapan dan lebih efisien jika setiap unsure pribadi, emosional, dan unsur-unsur tidak logis dihapuskan. Para Anggota organisasi akan tunduk/patuh terhadap bentuk kedisiplinan yang sistematis dan tegas dalam melakukan kendali di kantor mereka.
5. Orientasi Karier: Ketenaga-Kerjaan didasarkan pada keahlian, promosi diberi menurut senioritas dan jasa, gaji tergantung pada tingkat golongan hirarki, individu selalu dibebaskan untuk memilih berhenti atau pengunduran diri. Semua unsur-unsur ini berperan dalam pembentukan karier karyawan.
D. Menurut Robert Merton,
Secara teknnis, jasa Pemimpin birokrasi dikatakan efisiensi adalah dengan suatu premis kemampuan dalam menentukan ketepatan, kecepatan, ahli dalam kendali, berkesinambungan, pertimbangan, dan dilakukan secara optimal. Struktur merupakan salah satu cara yang komplit dalam menyatukan dan membentuk hubungana personal yang tidak berdasarkan rasa permusuhan, dan lain lain
Administrasi Dan Struktur birokratis dirancang berdasarkan rangking dalam memecahkan masalah untuk melakukan pertanyaan diperlukan suatu cara yang sistematis yang dapat diprogramkan sebagai standar minimum manusia dan sumber daya material
E. Tipe ideal birokasi menurut weber
Prinsip-prnsip dasar organisasi di sebut wber dengan istilah tipe –ideal birokasi. Karena menurut Weber jenis yang ideal dapat digunakan sebagai suatu alat konseptual yang membantu para pelaku organisasi dalam mengidentifikasi dan memahami area secara jelas seperti tingakt kecakapan anggota organisasi. Ini dilaksanakan dengan melakuakan penelitian terhadap perbedaan antara jenis/tipe yang ideal dan kenyataan /realitas yang berlaku. Dengan kata lain, suatu perbandingan dibuat antara bagaimana organisasi itu berfungsi dan bagaimana bagaiman pula memfungsikannya.
mempengaruhi tingkah laku anggota organisasi. Akibat adanya interaksi informal dalam organisasi formal adalah interaksi tersebut bisa bersifat membangun atau merusak. Charles Page’s (1946) menyatakan bahwa struktur informal, peraturan dan prosedur dimungkinkan mempunyai efek negatif atau positif. Dia beranggapan bahwa banyak masalah serius dipecahkan dengan cara-cara formal tidak terjadi adanya komunikasi atau solusi yang efisien. Bahkan denganadanya sturktur informal itu penting. Contoh: Page mengobservasi bahwa komunikasi yang sifatnya resmi itu harus melalui apa yang disebut ”chain of command (rantai perintah0” yang seringnya memerlukan proses yang panjang. Ini berarti bahwa organisasi informal merupakan alat yang penting untuk menerapkan tujuan-tujuan organisasi yang sifatnya rumit.
Lurance Iannaccone’s (1962) study of school mendukung pentingnya organisasi informal. Dia menambahkan bahwa organisasi informal dapt digunakn sebagai guide untuk memperbaiki organisasi formal.
Keberadaan organisasi informal bukanlah musuh yang harus dimusnahkan, tetapi sebaliknya bisa dijadikan kendaraan untuk meningkatkan efisiensi. Jadi tidak masuk akal apabila menata organisasi formal seperti sekolah tetapi mengesampingkan aspek-aspek organisasi informal (Bleun, 1956). Secara teori, praktek administrasi akan baik dikembangkan dengan kedua komponen yakni formal (yang bersifat rasional) dan informal (yang tidak rasional).
F. Pengabaian Terhadap Organisasi Informal
Model oragnisasi Weberian juga telah dikritik karena menhilangkan struktur informal. Dinamika kehidupan berorganisasi hanya dapat dipakai jika, seseorang tidak hanya memperhatikan struktur formal organisasi tersebut tetapi juga memperhatikan peraturan-peraturannya, berkelompok, dan sistem sanksi yang tidak resmi. Pearturan, norma, kepala dan kelompok informal ini secara spontanitas melebur menjadi satu hasil dari interaksi masing-masing individu di organisasi. Interaksi ini menghasilkan struktur sosial dan budaya informal yang mempengaruhi tingkah laku anggota organisasi.
Akibat adanya interaksi informal dalam organisasi formal adalah interaksi tersebut bisa bersifat membangun atau merusak. Charles Page’s (1946) menyatakan bahwa struktur informal, peraturan dan prosedur dimungkinkan mempunyai efek negatif atau positif. Dia beranggapan bahwa banyak masalah serius dipecahkan dengan cara-cara formal tidak terjadi adanya komunikasi atau solusi yang efisien. Bahkan dengan adanya sturktur informal itu penting. Contoh: Page mengobservasi bahwa komunikasi yang sifatnya resmi itu harus melalui apa yang disebut ”chain of command (rantai perintah)” yang seringnya memerlukan proses yang panjang. Ini berarti bahwa organisasi informal merupakan alat yang penting untuk menerapkan tujuan-tujuan organisasi yang sifatnya rumit.
Lurance Iannaccone’s (1962) study of school mendukung pentingnya organisasi informal. Dia menambahkan bahwa organisasi informal dapat digunakan sebagai guide untuk memperbaiki organisasi formal.
Keberadaan organisasi informal bukanlah musuh yang harus dimusnahkan, tetapi sebaliknya bisa dijadikan kendaraan untuk meningkatkan efisiensi. Jadi tidak masuk akal apabila menata organisasi formal seperti sekolah tetapi mengesampingkan aspek-aspek organisasi informal (Bleun, 1956). Secara teori, praktek administrasi akan baik dikembangkan dengan kedua komponen yakni formal (yang bersifat rasional) dan informal (yang tidak rasional).
G. Struktur Ganda Model Birokrasi
Kritik yang sring ditujukan kepada model Weberian adalah kontradiksi internal diantara prinsip-prinsip birokrasi tertentu suatuorganisasi. Menurut Weber, kharakteristik ideal organisasi adalah bersifat konsisten dan efisien secara maksimal. Namun menurut analisa: kenyataannnya fungsi organisasi tidak dapat terlaksana dengan baik. Talcott Parsons (1947, 58-64) dan Gouldner (1954, 21-24)
mempertanyakn apakah prinsip yang dijadikanpegangan birokrasi itu adlah otoritas yang berdasarkan kepada kompetensi teknis dan pengetahuan tau otoritas yang berdasrkan kekuasaan legal dan disiplin. Weber (1947, 339) beranggapan bahwa ’administrasi birokrasi merupakan latihan mengontrol sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Selanjutnya dia mengatakan ” disiplin adalah perintah yang dijalankan secara rasional konsisten, terlatih dan dengan tindakan yang tepat/jelas dimana kritik yang bersifat pribadi tidak tertahan tanpa syarat dan pelakunya dengan teguh dan semata-mata hanya melaksanakn perintah.”
Weber mengungkapakan akan pentingnya disiplin dan keahlian (expertise). Apakah administrasi birokrasi itu berdasar kepada keahlian ataukah disiplin yang disertai dengan petunjuk-petunjuk? Kecuali ada orang yang berasumsi bahwa tidak akan ada konflik antara pemberi perintah (authority) yangberdasarkan pada ’kemampuan dan keahlian teknis’ dan yang berdasarkan pada ’jabatan di posisi hirarkis.’ Inilah dua dasar otoritas yang menjadi konflik dan kontradiksi di dalam model Weberian.
Blau and Scott’s (1962) menganalisa keberadaan kedua model weberian: mereka menyimpulkan nahwa Weber gagl dalam membedakan antara prinsip-prinsip disiplin dan profesional. Mereka menyebutkan bahwa disiplin yang birokrasi dan keahlian yang profesional adalah metode alternatif dalam hubungannya dengan ketidakpastian. Disiplin mengurangi bidang-bidang yang tidak pasti, sementara keahlian mempunyai pengetahuan untuk mengetahui ketidakpastian tersebut. iNti msalahnya adalah karena kalangan profesional sering menjadi pegawai organisasi birokrasi. Disinilah disiplin dan kehalian sering tercampur, sehingga menimbulkan konflik dan ketegangan. Contoh seorang kepala sekolah, apakah otoritasnya berada dalam kantor birokrai ataukah keahlian profesional?
H. Mengapa orang-orang patuh
Sebuah pertanyaan mengapa orang-orang relative patuh pada otoritas legitimasi para pekerja. Maka weber mendefinisikan tiga tipe murni dari otoritas, yaitu:
1. legitimasi yang model tradisional murni yang mana diartikan dengan arah isu-isu social baik dan salah, tanggapananya tergantung kepada kebenaran secara historisitas
dari otoritas tradisional.
2. otoritas yang dilegitimasikan oleh karakter karismatik oleh seorang pemimpin seperti contoh seseorang ayng mempunyai inspirasi besar dan percara diri biasanya memiliki banyak pengikut
3. menurut weber adalah pemikiran bebas, otoritas yang didasari atas kepercayaan terhadap supremasi hokum.
I. Struktur Mekanistik Dan Organik
Ilmuwan Inggris, Tom Burns dan g.M Stalker (1961) memperkenalkan ’organisasi organik dan meknistik’ untuk membedakan antara struktur birokrasi dengan yang bukan birokrasi. Organisasi mekanistik pada hakekatnya sama seperti konsep Weber tentang birokrasi. Struktur organik bersifat tidak formal dan lebih tidak tersetruktur. Keduannya lebih fleksibel tetapi juga membingungkan.
Karakteristik Struktur Mekanistik dan Organik Struktur Mekanistik Struktur Organik.
1. Pembagian pekerja dan spesialisasinya tinggi. Pembagian pekerjanya rendah; jika diperlukan setiap individu bisa kontribusi. Koordinasi yang bersifat hirarki dalam pemberian perintah (authority), (formal dan tidak bersifat personal). Koordinasi dengan cara saling menyesuaikan (mutual adjustment), (informal dan personal). Peraturan sudah ditetapkan Berbagi tanggung-jawab (sedikit aturan) Bertanggung jawab dn komitmen kepada satu pekerjaan / peran. Bertanggung jawab dan komitmen terhadap organisasi sebagai satu kesatuan. Kontrol dan komunikasi yang hirarki. Struktur jaringan dengan menekankan kepada tujuan secara umum. Pengetahuan dan kekuasaan terkonsetrasi pada jajaran tinggi hirarki (high centralisation). Pengetahuan dan kekuasaannya tersebar, menciptakan beragam otoritas sentral (low centralization).
2. Komunikasi bersifat formal; antara atasan dan bawahan (vertical and directive). Komunikasi tidak formal, umumnya horisontal, bersifat konsultasi dan nasehat.
3. Memaksakan disiplin yang harus dipatuhi. Berkomitmen dalam pencapaian
organisasi; yang dilaksanakan dengan patuh dan loyal.
Intinya adalah tidak memilih konfigurasi struktur mana yang terbaik, tetapi lebih kepada menggunakan perbedaan-perbedaan yang ada untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan di masing-masing struktur. Burns dan Stalker (1961) menghipotesa bahwa organisasi organik akan lebih baik dilaksanakan apabila dalam suatu organisasi yang memerlukan perubahan-perubahan cepat, dan Organisasi mekanistik akan lebih baik apabila dilaksanakan dalam organisasi yang stabil. Tetapi hal itupun tidak sesederhana itu dalam pelaksanaannya. Dalam struktur organik terdapat peran-peran yang kadang membingungkan dan sering menimbulkan kesulitan-kesulitan besar suatu organisasi. Lebih dari itu, struktur mekanistik sebenarnya dapat berinvasi dan melakukan perubahan, khususnya di lingkup manajemen.
J. Struktur Formal Di Sekolah
Sekolah sebagai organisasi formal mempunyai banyak kesamaan cirikhas dengan organisasi birokrasi. Cirikhas-cirikha itu diantaranya; menerapkan banyak strategi militer, industri, dan agen-agen pemerintahan, Max Abbort (1965, 45).
Model birokrasi adalah model yang paling banyak diadopsi oleh administrator sekolah dan ini menjelaskan mengapa model tersebut digunakan untuk menganalisa tingkah-laku (behavior) di sekolah.
Asumsi dasar suatu birokrasi adalah bahwa setiap pegawai tingkat bawah mempunyai lebih sedikit kemampuan teknis daripada atasannya. Tetai asumsi ini tidak berlaku atau tidak bisa diterapkan di sekolah atau di organisasi profesional lainnya. Sebaliknya, para profesional sering memiliki kompetensi atau kemampuan teknis yang lebih baik daripada administrator yang menduduki level yang lebih tinggi di organisasi tersebut.
K. Hall’s Approach
Salah satu cara yang paling sistematik untuk mengukur birokrasi adalah pendekatan Hall (1963) tentang perkembangan inventori organisasi,yaitu untuk mengukur 6 karakteristik utama suatu struktur birokrasi. D. A. Mackey (1964) kemudian
mengadopsi dan memodifikasi inventori organisasi dalam penelitiannya tentang birokrasi sekolah. Dia mengukur pola-pola birokrasi di sekolah dengan menggunakan the School Organizational Inventory (SOI) berikut ini:
1. Skala Hirarki Skala Otoritas (Hierarchy of Authority Scale)
Anggota staf sekolah ini selalu memperoleh perintah-perintah dari atasan mereka. ”Saya harus bertanya kepada kepala sekolah sebelum saya melaksanakan semua pekerjaan.”
2. Skala Khusus (Specialization Scale)
3. Program instruksi dibagi-bagi ke dalam wilayah kerja khusus sesuai dengan tugas khusus guru.
4. Skala Peraturan (Rules Scale)Para guru secara konstan diawasi apakah mereka melanggar aturan-aturan sekolah. Sekolah mempunyai buku yang berisi peraturan
peraturan yang harus diikuti guru.
5. Skala Spesifik Prosedural (Procedural Specification Scale) Kami harus mengikuti prosedur operasional yang keras sepanjang waktu. Prosedur yang sama harus diikuti dalam situasi apapun.
6. 5. Skala Umum (Impersonality Scale) Tidak jadi masalah seberapa besar problem siswa atau orang-tua, mereka ahrus diperlakukan sama dengan yang lainnya. ”kami diharapkan untuk lebih ramah, ketika berhubungan dengan orang-tua.”
7. Skala Kemampuan Teknis (Technical Competence Scale) Promosi jabatan didasarkan pada seberapa bagus anda. Pengalaman mengajar berperan penting dalam
penugasan seorang guru di sekolah.
Di sekolah, seperti jenis-jenis organisasi yang lain, komponen-komponen tipe ideal Weber tidak perlu membentuk satu perangkat yang saling berhubungan diantara variabel. Namun sebaliknya, mereka seperti dua tipe berbeda dari suatu organisasi rasional. Seperti yang terangkum dalam table di bawah ini:
- Karakteristik Organisasi Pola Organisasi
Hierarchy of Authority Birokrasi – Rules of Incumbents – Procedural Specification
Impersonality
-Technical Competence Profesional Specialization
Perbedaan keduanya terletak pada potensi konflik diantara otoritas yang didasarkan kepada kompetensi teknis dan kemampuan dan yang didasarkan kepada pemegangan aturan di hirarki, dan potensi ketidaktepatan antara profesionalitas dan birokrasi. Untuk menyatukan pola birokrasi dan profesional dalam satu model birokrasi nampaknya mengaburkan perbedaan-perbedaan penting diantara sekolah-sekolah. Memisahkan dua pola yaitu organisasi rasional dan administrasi memungkinkan untuk menemukan sejumlah kombinasi dua pola.
Contoh, jika setiap pola dikotomikan, maka dimungkinkan akan ada empat tipe organisasi, yaitu:
1.Tipe I (Weberian). Di Organisasi sekolah, profesionalitas dan birokrasi adalah saling melengkapi. Keduanya sama-sama tinggi. Pola ini mirip dengan tipe ideal yang dijelaskan oleh Weber, olehkarenanya kita menyebutnya ’Weberian Structure.”
2. Tipe II (authoritarian) Organisasi yang tingkat karakteristik birokrasinya tinggi dan tingkat profesionalitasnya rendah. Oleh karenanya, di sini otoritas didasarkan pada posisi hirarki sangat ditekankan. Menjalankan disiplin sesuai dengan peraturan menjadi prinsip dasar kerja. Di tipe ini menekankan kekuasaan yang bergerak dari atas ke bawah.
3. Tipe III (professional) Organisasi ini menekankan pembuatan keputusan bersama antara administrator dan staf profesional. Anggota staf dipandang sebagai profesional yang mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk membuat keputusan penting organisasi. Peraturan dan prosedur berfungsi sebagai guide/pegangan ketimbang sebagai format keras yang harus dijalankan bersama-sama. Di sini guru mempunyai kekuasaan yang besar dalam proses membuat keputusan organisasi. Singkatnya, keputusan-keputusan dibuat oleh orang yang punya pengetahuan dan punya kemampuan untuk membuatnya.
4. Tipe IV (chaotic) organisasi tipe ini mempunyai tingkat birokrasi dan profesionalitas rendah; olehkarenanya, kebingungan dan konflik sudah menjadi tipe dalam operasional sehari-hari. Tidak konsisten, kontradiksi, dan ketidak-efektifan mungkin meliputi struktur chaotic ini.
Typologi ini mensuguhkan empat sruktur sekolah yang cukup berbeda dan mungkin juga mempunyai konsekuensi berbeda pula bagi guru dan muridnya. Henry Koleser (1967) menemukan bahwa ketidakmampuan siswa sangat tinggi di authoritarian daripada di struktur sekolah yang profesional. Geoffrey Isherwood dan Wayne K. Hoy (1973) juga menemukan hal yang sama bagi guru di dua tipe sekolah yang berbeda. Rasa ketidakmampuan guru lebih besar di authoritarian daripada di struktur profesional. Akan tetapi guru yang berorentasi kepada sosial dan organisasi (yaitu guru yang membuktikan/menunjukkan dirinya berturut-turut dengan nilai-nilai dan goal organisasi, keluarga dan teman) mempunyai kemampuan (power) yang lebih besar di struktur authoritarian dari pada guru yang berorentasi profesionalitas. Gerald H. Moellar dan W. W. Charters (1966) menemukan bahwa guru yang berada di sistem birokrasi tinggi mempunyai kekuasaan (power) yang lebih tinggi dari pada guru yang berada di sistem yang birokrasinya rendah.
Klasifikasi struktur sekolah ke dalam empat tipe struktural ini nampaknya memberi manfaat; kenyataannya, tipelogi ini dapat berfungsi sebagai dasar teori untuk mengembangkan sekolah.
L. Kinerja hukum alam
Tailor percaya bahwa kinerja hokum alam hanya terfokus terhadap pengetahuan hokum alam yang bersifat fisik, seperti pengetahuan belajar bicara yang merupakan salah satu jalan terbaik yang dapat dipastikan, tergantung terhadap pengalaman, manajemen penerapan pengalamannya ketika di lahirkan
M. Asumsi dasar dari pengetahuan manajemen
Josep memberi batasan asumsi manajemen yang dapat digunakan oleh orang dalam menerapkan prinsip-prinsip oraganisasi yang dapat disesuaikan dengan era pengetahuan manajemennya:
1. Pengukuran efisiensi karya dapat dilakukan melalui efektifitas produk yang dihasilkan.
2.  Manusia dapat diasumsikan pada tingkat rasional kinerjanya
3. Para anggota (bawahan) merupakan kesatuan yang bisa bekerja dengan baik jika dibimbing oleh atasan mereka
4. Manajemen diartikan sebagai kesatuan formal dan aktifitas kantor secara individual
5. Para pekerja sebaiknya dimotifasi dengan kebutuhan ekonominya, dan lebih lanjut
dana intensif juga merupakan bagian dari system moneter
6. Orang yang enggan bekerja menuntut pada supervise supaya menekan mereka agar lebih giat lagi dalam pekerjaannya
7. Koordinasi tidak akan dicapai kecuali jika direncanakan dan diarahkan oleh atasan
8. Fungsi manajerial memiliki tipe-tipe yang berfariasi yang dapat digunakan dari berbagai kondisi karakteristik yang umum dan juga dapat juga memberikan cara terbaik sehingga dapat mengatur lingkungan dan kualitas para personilnya
N. Teori clasik yang diterapkan kepada sekolah-sekolah
Meskipun teori organisasi klasik jarang dipakai, sesunggguhnya teori tersebut masih relefan untuk hari ini dengan menggunakan atau mepertimbangkan pendekatan ideologis. Sebagai contoh, Jika kamu ditanya, bagaimanakah model beberapa system dari oraganisasi dan administrasi atau pertanggungjawaban terkait terhadap setia bagian dari aspek formal organiasasi, seperti contoh hirarki, tujuan-tujuan, pembagian kerja / otoritas dan sebagainya.
Table 2.1. penerapan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan disekolah
No Prinsip-prinsip manajemen pengetahuan Penerapannya pada pendidikan
1 Formasi hirarki sesuai dengan tingkatan otoritasnya Tingkat control / pengendalian: pengawasan yang dilakukan oleh pengawas terhadap prinsip-prinsip dasar guru dan murid
2 Pengukuran tugas ilmiah dan tingkat pencapaian tujuan Keseluruhan para siswa merupakan are subyek dalam pendidikan yang dapat ditunjang dari kesesuaian dan prestasi yang dapat dicapai.
3 Pembagian kerja Guru bahasa iggris, guru sejarah, pelatih, administrator, dan sebagainya.
O. Birokasi pendidikan di Amerika
Proses birokasi melibatkan formalitas, standarisasi, dan aturan yang rasional serta adanya peran dalam organisasi tersebut. Dengan ukuran terus meningkatnya tingkat homogenitas setiap bagian dari unit dan semakin meluasnya tingkat otoritas pemimpin.
Selama abad ini, Sekolah-sekolah di Amerika sudah mengalami dan merasakan proses dramalisasi dalam birokrasi. Proses birokrasi tersebut dapat digambarkan pada table 2.2. dibawah ini.
Table. 2.2. Indicator-indikator pada publik sekolah birokrasi
1940 1950 1960 1970 1980 1990 1992
Nomor dari public sekolah distrik 117.108 83.719 40.520 17.995 15.912 15.358
15.173
Sekolah dasar dan menengan public sekolah distrik (dalam hitungan jutaan) 25.4 25.1 35.1 45.9 40.9 41.2 42.4
Sekolah dasar public dalam (hitungan ratusan) - - 1.40 2.05 2.18 2.36 2.45
Sekolah dasar public dalam (hitungan puluhan) 183.1
59 % = 1-T 128.2
47 % = 1.T 91.9
22 % = 1.T 65.8
3 % = 1.T 61.1
2.4 % =1.T 61.3
1 % = 1.T 61.7
-
Sekolah dasar dan hitungan pembelajaran dengan menggunakan % tentang GDP - -
3.4 % 4.5 % 4.1 % 4.5 % 4.7 %
Data pemerintahan wshington D.C. tahun 1993 tentang statistik pendidikan
Keterangan:
* : Perkiraan atau proyeksi
T : nomor pada sekolah dengan satu guru
GDB : gross domestic product (product domestic kotor)
- : tidak ada data untuk kategori
P. Sentralisasi (Pemusatan) Dan Desentralisasi (otonomi daerah)
Meskipun banyak orang yang berfikir telah mengerhui secara persis apa arti dari
sentralisasi dan desentralisasi, ternyata masih banyak dari mereka yang masih
kebingungan dengan konsep tersebut.
Ada tiga format desentralisasi pada proses pengambilan keputusan: dekonsintrasi,
delegasi dan peralihan.
Dekonsentrasi melibatkan perpindahan tugas dan beban kerja ke system bagian uni
sistem. Sebagai contoh, suatu daerah boleh menetapkan suatu kebijakan instruksi dalam proses belajar mengajar yang tidak sama dengan sekolah lainnya.
Pendelegasian adalah perpindahan otoritas pengambilan keputusan dari yang lebih tinggi untuk menurunkan tingkatan hirarkis. Pemberian wewenang harus diberikan kepada pucuk pimpinan. Otoritas itu tidak bisa didelegasikan para pimpinan eksekutive adalah dalam menganalisa keputusan secara specific yang keputusan tersebut nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada bawahan.
Teori klasik terkait pada diri guru ini akan terbukti benar. Bagaimanapun juga; praktik terhadap teori ini juga emiliki kekurangan. Seorang pemimpin eksekutif harus bertanggung jawab terhadap pendelegasian para golongan bawahannya.
Peralihan adalah suatu format desentralisasi yang menyertakan pergeseran otoritas sehingga suatu unit otonomi dapat bertindak dengan bebas sesuai dengan kondisi yan dimiliki. Sedangkan authoritas devolusion bukanlah hal yang bersifat umum dalam dunia pndidikan. Pendirian sekolah distrik baru dan pembentukan iatan guru merupakan bagian darinya.
Privatisasi adalah suatu format peralihan kendali terhadap tugas yang berad pada unit tertentu ditransfer/di pindah, seperti format sekolah negeri mengendalikan sector sekolah swasta. Sebagai contoh pada tahun terakhir, jasa pelayanan, pengaturan keamanan, manajemen sekolah dan beberapa bentuk/tipe dari karakter sekolah.
Q. Organisasi Profesi Guru Dan Perlindungan Bagi Guru
Dalam menjalankan tugas profesinya guru tidak jarang mengalami persoalan-persoalan yang terkait dengan profesinya. Sebut saja persoalan diskriminasi, PHK secara sepihak, imbalan yang tidak wajar, itimidasi oleh birokrasi, ketiadaan jaminan untuk kesehatan dan keselamatan kerja serta persoalan-persoalan lain. Jika ini semua terjadi apakah guru mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan dan siapa yang wajib memberikan perlindungan bagi guru untuk mengatasi persoalan-persoalannya?
Pasal 14 ayat (1) butir c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugas keprofesionalan guru berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektualnya. Yang dimaksud dengan hak perlindungan guru menurut pasal 39 meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan hukum tersebut mencakup perlindungan hukum terhadap tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Secara yuridis sesungguhnya guru telah memiliki payung hukum untuk memperoleh perlindungan dalam menjalankan tugasnya, baik perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Tetapi apakah guru sudah memperoleh itu semua? Dalam kenyataannya masih ditemukan sejumlah kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dan perlakuan diskriminatif terutama untuk guru-guru swasta, guru honorer maupun guru sukarelawan. Masih banyak diantara mereka yang memperoleh penghasilan dibawah penghasilan pekerja pabrik (buruh) yang tidak saja kurang untuk memenuhi keperluan hidup pribadi para guru tetapi juga tidak cukup untuk memenuhi berbagai keperluan profesi apalagi keperluan keluarga.
Keikutsertaan guru dalam setiap pengambilan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan sampai di tingkat nasional masih mengalami hambatan. Di tingkat satuan pendidikan penyusunan rencana kegiatan sekolah, khususnya yang terkait dengan penyusunan rencana anggaran / biaya pendidikan di sekolah masih terlihat serba dibatasi. Guru yang menyampaikan kritik terhadap penganggaran sekolah sering dianggap tidak memiliki kesetiaan terhadap korps guru. Beberapa kasus malah menyebabkan guru-guru dimutasi ke sekolah lain karena mempertanyakan penggunaan dana sekolah oleh kepala sekolah. Tidak jarang keputusan kepala sekolah untuk mendiamkan guru-guru yang kritis ini didukung oleh kebijakan birokrasi melalui para pengawas sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di kalangan birokrasi pendidikan masih terlihat pandangan bahwa kebijakan pendidikan dibuat tanpa perlu megikutsertakan para guru baik secara langsung maupun melalui perwakilannya. Guru masih diposisikan sebagai komunitas yang harus menerima begitu saja berbagai kebijakan pendidikan yang dibuat oleh para birokrasi pendidikan, termasuk yang langsung menyangkut kepentingan guru. Pendapat / pandangan guru disejumlah daerah dan pusat pemerintahan masih terasa dibatasi. Bahkan beberapa kasus menunjukkan adanya intimidasi/ancaman secara tidak langsung terhadap guru yang mencoba menyampaikan pandangannya berupa kritik atau pendapat dengan mutasi terhadap guru yang bersangkutan, atau dengan cara mengingatkan posisi guru yang bersangkutan sebagai pegawai negeri, bahkan menyodorkan aturan disiplin PP 30 tahun 1980 yang belum tentu isinya diketahui dan dipahami secara utuh oleh birokrasi tersebut dengan tujuan mengendurkan niat guru yang bersangkutan.
Pembatasan dalam bentuk larangan-larangan lain juga kerap masih terjadi yang menyebabkan guru tidak berani melakukan kreatvitas. Guru secara birokratis terpaku pada pola-pola pembelajaran yang harus disesuaikan dengan kepentingan birokrasi. Aktivitasnya sehari-hari lebih didominasi oleh pekerjaan-pekerjaan administrasi yang mengurangi ruang profesionalitasnya untuk mengembangkan kreativitasnya dalam mengembangkan berbagai pembaruan pendidikan.
Kebebasan berserikat dalam organisasi profesipun yang juga merupakan bagian dari tugas keprofesionalannya masih terasa dihambat oleh keharusan memasuki satu organisiasi guru saja. Keinginan sejumlah guru untuk mendirikan dan mengurus organisasi guru yang baru masih terhambat oleh pandangan tersebut baik di kalangan para kepala sekolah maupun di kalangan birokrasi. Tidak jarang pula aktivitas organisasi para guru tersebut dihambat dengan cara mengaitkan antara tugas keprofesionalan didalam organisasi dengan sulitnya memperoleh izin sewaktu-waktu meninggalkan sekolah. Padahal antara tugas di sekolah dengan tugas organisasi profesi secara profesional keduanya saling memberikan dukungan positif. Apa yang dilakukan organisasi profesi pada dasarnya adalah bagian dari usaha pengembangan profesi diri para guru sekaligus sebagai usaha untuk memperbaiki pendidikan menjadi lebih baik kedepan termasuk usaha perbaikan kegiatan pendidikan di sekolah-sekolah/satuan pendidikan.
Dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja gurupun masih jauh dari harapan. Sejumlah kasus menunjukkan belum terpenuhinya keselamatan kerja untuk guru-guru didaerah terpencil dan daerah bencana. Hal itu yang menyebabkan banyaknya guru yang terpaksa harus meninggalkan tugas yang diembannya di daerah tersebut. Masih banyak ditemukan guru yang tidak terjamin kesehatannya kala menderita sakit, baik untuk dirinya apalagi untuk keluarganya. Guru-guru swasta, honorer dan sukarelawan masih harus bersusah payah mengongkosi biaya kesehatannya dari kantongnya sendiri sementara satuan pendidikan tempatnya bertugas apalagi pemerintah / pemerintah daerah tidak juga memberikan jaminan kesehatan.
Fenomena diatas menunjukkan bahwa perlindungan terhadap guru baik dari sisi hukum , perlindungan profesi, keselamatan dan kesehatan kerjanya masih sebatas aturan-aturan normatif yang implementasinya masih jauh dari harapan. Tugas untuk memenuhi harapan guru akan perlindungan profesinya menurut Undang-Undang berada di tangan pemerintah, pemerintah daerah, organisasi profesi dan masyarakat. Untuk memenuhi itu semua guru tentunya tidak dapat melakukannya secara pribadi, yang tepat adalah memanfaatkan organisasi profesi guru. Melalui organisasi profesi, guru dapat menghimpun kebersamaan untuk memperoleh perlindungan baik yang menjadi haknya yang semestinya diterima dari pemerintah dan pemerintah daerah maupun bagian yang semestinya diterima dari keanggotaannya dalam organisasi profesi.
Membangun profesionalisme guru tidak cukup hanya dengan ’memaksakan’ guru untuk memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan memiliki sertifikat pendidik. Tanpa pemberian perlindungan yang jelas dan pasti kepada guru dalam menjalankan tugas profesinya, baik perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja maka keinginan untuk membangun profesionalisme guru sama artinya dengan membangun mimpi setiap saat.








Kesimpulan
1. Pada dasarnya, birokrasi ini hakikatnya adalah salah satu perangkat yang fungsinya untuk memudahkan pelayanan publik. Birokrasi pendidikan diharapkan dapat mempercepat peningkatan mutu pendidikan.
2. Namun, fakta yang berbicara adalah birokrasi selalu saja hanya sebatas propaganda yang bersifat “melayani”, memudahkan hubungan antarwarga dan hubungan warga dengan negara.Yang sungguh sangat ironis lagi, birokrasi telah menjadi alat kontrol negara serta menjadi mesin penyedot uang bagi negara dan sekelompok oknum di dalamnya, atau dengan kata lain birokrasi justru menjadi “raja zalim” yang harus selalu “diabdi dan dilayani”.
3. Birokrasi akan berjalan efektif, jika strukturnya ramping. Namun sebaliknya, jika strukturnya gemuk, maka pelayanannya akan semakin lambat, bertele-tele dan tidak profesional.














DAFTAR PUSTAKA
WJS. Poerwadarminta, 2007, Kamus Umum Bahasa Indonesi, Jakarta: Balai Pustaka
Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suhartono Suparlan. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar ruzz Media.
Tilaar, H. A. R. 2003. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tony Bush & Marianne Coleman. 2008. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta: Ircisod.
Usman, Husaini. 2006. Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SEKOLAH SEBAGI ORGANISASI BIROKRASI"

Post a Comment